KENALI IBNU ABBAS R.A
Abdullah bin Abbas (Bahasa Arab عبد الله بن
عباس) adalah seorang
Sahabat Nabi, dan merupakan anak dari Abbas bin Abdul-Muththalib, paman dari
Rasulullah Muhammad SAW. Dikenal juga dengan nama lain yaitu Ibnu Abbas (619 -
Thaif, 687/68H).
Ibnu Abbas merupakan salah satu
sahabat yang berpengetahuan luas, dan banyak hadits sahih yang diriwayatkan
melalui Ibnu Abbas, serta beliau juga menurunkan seluruh Khalifah dari Bani
Abbasiyah.
`Abdullah bin `Abbas bin `Abdul
Muththalib bin Hasyim lahir di Makkah tiga tahun sebelum hijrah. Ayahnya adalah
`Abbas, pakcik Rasulullah, sedangkan ibunya bernama Lubabah binti Harits yang
dijuluki Ummu Fadhl yaitu saudara dari Maimunah, istri Rasulullah. Beliau
dikenal dengan nama Ibnu `Abbas. Selain itu, beliau juga disebut dengan
panggilan Abul `Abbas. Dari beliau inilah berasal silsilah khalifah Dinasti
`Abbasiyah.
Ibnu `Abbas adalah salah satu
dari empat orang pemuda bernama `Abdullah yang mereka semua diberi titel
Al-`Abadillah. Tiga rekan yang lain ialah ‘Abdullah bin `Umar (Ibnu `Umar),
`Abdullah bin Zubair (Ibnu Zubair), dan `Abdullah bin Amr. Mereka termasuk
diantara tiga puluh orang yang menghafal dan menguasai Al-Qur’an pada
saat penaklukkan Kota Makkah. Al-`Abadillah juga merupakan bagian dari lingkar
`ulama yang dipercaya oleh kaum muslimin untuk memberi fatwa pada waktu itu.
Beliau senantiasa mengiringi
Nabi. Beliau menyiapkan air untuk wudhu` Nabi. Ketika shalat, beliau berjamaah
bersama Nabi. Apabila Nabi melakukan perjalanan, beliau turut pergi bersama
Nabi. Beliau juga kerap menghadiri majlis-majlis Nabi. Akibat interaksi yang
sedemikian itulah, beliau banyak mengingat dan mengambil pelajaran dari setiap
perkataan dan perbuatan Nabi. Dalam pada itu, Nabi pun mengajari dan mendoakan
beliau.
Pernah satu hari Rasul memanggil
`Abdullah bin `Abbas yang sedang merangkak-rangkak di atas tanah, menepuk-nepuk
bahunya dan mendoakannya, “Ya Allah, jadikanlah Ia seorang yang mendapat
pemahaman mendalam mengenai agama Islam dan berilah kefahaman kepadanya di
dalam ilmu tafsir.”
Ibnu `Abbas juga bercerita,
“Suatu ketika Nabi hendak ber-wudhu, maka aku bersegera menyediakan air
untuknya. Beliau gembira dengan apa yang telah aku lakukan itu. Sewaktu hendak
memulai shalat, beliau memberi isyarat supaya aku berdiri di sebelahnya. Namun,
aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai shalat, beliau menoleh ke
arahku lalu berkata, ‘Hai `Abdullah, apa yang menghalangi engkau dari berada di
sebelahku?’ Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, engkau terlalu mulia dan terlalu agung
pada pandangan mataku ini untuk aku berdiri bersebelahan denganmu.’ Kemudian
Nabi mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa, ‘Ya Allah, karuniakanlah ia
hikmah dan kebijaksanaan dan berikanlah perkembangan ilmu daripadanya.’”
Usia Ibnu `Abbas baru menjangkau
15 atau 16 tahun ketika Nabi wafat. Setelah itu, pengejarannya terhadap ilmu
tidaklah usai. Beliau berusaha menemui sahabat-sahabat yang telah lama mengenal
Nabi demi mempelajari apa-apa yang telah Nabi ajarkan kepada mereka semua.
Tentang hal ini, Ibnu `Abbas bercerita bagaimana beliau gigih mencari hadits
yang belum diketahuinya kepada seorang sahabat penghafal hadits:
“Aku
pergi menemuinya sewaktu dia tidur siang dan membentangkan jubahku di pintu
rumahnya. Angin meniupkan debu ke atas mukaku sewaktu aku menunggunya bangun
dan tidurnya. Sekiranya aku ingin, aku mampu saja mendapatkan izinnya untuk
masuk dan tentu dia akan mengizinkannya. Tetapi aku lebih suka menunggunya
supaya dia bangun dalam keadaan segar kembali. Setelah ia keluar dan mendapati
diriku dalam keadaan itu, dia pun berkata. ‘Hai sepupu Rasulullah! Ada apa
dengan engkau ini? Kalau engkau mengirimkan seseorang kemari, tentulah aku akan
datang menemuimu.’ Aku berkata, “Akulah yang sepatutnya datang menemui engkau,
karena ilmu itu dicari, bukan datang sendiri.’ Aku pun bertanya kepadanya
mengenai hadits yang diketahuinya itu dan mendapatkan riwayat darinya.”
Dengan kesungguhannya mencari
ilmu, baik di masa hidup Nabi maupun setelah Nabi wafat, Ibnu `Abbas memperolah
kebijaksanaan yang melebihi usianya. Karena kedalaman pengetahuan dan
kedewasaannya, `Umar bin Khaththab menyebutnya ‘pemuda yang tua (matang)’.
Khalifah `Umar sering melibatkannya ke dalam pemecahan
permasalahan-permasalahan penting negara, malah kerap mengedepankan pendapat
Ibnu `Abbas berbanding pendapat sahabat-sahabat senior lain. Argumennya yang
cerdik dan cerdas, bijak, logis, lembut, serta mengarah pada perdamaian
membuatnya andal dalam menyelesaikan perselisihan dan perdebatan. Beliau
menggunakan debat hanya untuk mendapatkan dan mengetahui kebenaran, bukan untuk
menunjuk kepintaran atau menjatuhkan lawan debat. Hatinya bersih dan jiwanya
suci, bebas dari dendam, serta selalu mengharapkan kebaikan bagi setiap orang,
baik yang dikenal maupun tidak.
Pandangan Sahabat terhadap
Ibnu Abbas
`Umar juga pernah berkata,
“Sebaik-baik tafsir Al-Qur’an ialah dari Ibnu `Abbas. Apabila umurku masih
lanjut, aku akan selalu bergaul dengan `Abdullah bin `Abbas.” Sa`ad bin Abi
Waqqas menerangkan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih cepat dalam
memahami sesuatu, yang lebih berilmu dan lebih bijaksana daripada Ibnu `Abbas.”
Ibnu `Abbas tidak hanya dikenal karena pemikiran yang tajam dan ingatan yang
kuat, tapi juga dikenal murah hati. Teman-temannya berujar, “Kami tidak pernah
melihat sebuah rumah penuh dengan makanannya, minumannya, dan ilmunya yang
melebihi rumah Ibnu `Abbas.” `Ubaidullah bin `Abdullah bin Utbah berkata, “Tak
pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti tentang hadits Nabi serta
keputusan-keputusan yang dibuat Abu Bakar, `Umar, dan `Utsman, daripada Ibnu
`Abbas.”
Fisik Ibnu Abbas
Perawakan Ibnu `Abbas tinggi tapi
tidak kurus, sikapnya tenang dan wajahnya berseri, kulitnya putih kekuningan
dengan janggut diwarnai. Sifatnya terpuji, memiliki budi pekerti yang mulia,
rendah hati, simpatik-empatik penuh kecintaan, ramah dan akrab, namun tegas dan
tidak suka melakukan perbuatan sia-sia. Masruq berkata mengenainya, “Apabila
engkau melihat `Abdullah bin `Abbas maka engkau akan mengatakan bahwa ia
seorang manusia yang tampan. Apabila engkau berkata dengannya, niscaya engkau
akan mengatakan bahwa ia adalah seorang yang paling fasih lidahnya. Jikalau
engkau membicarakan ilmu dengannya, maka engkau akan mengatakan bahwa ia adalah
lautan ilmu.”
Saat ditanya, “Bagaimana Anda
mendapatkan ilmu ini?” Ibnu `Abbas menjawab, “Dengan lisan yang gemar bertanya
dan akal yang suka berpikir.” Terkenal sebagai ‘`ulama umat ini’, Ibnu `Abbas
membuka rumahnya sebagai majelis ilmu yang setiap hari penuh oleh orang-orang
yang ingin menimba ilmu padanya. Hari-hari dijatah untuk membahas Al-Qur’an,
fiqh, halal-haram, hukum waris, ilmu bahasa, syair, sejarah, dan lain-lain. Di
sisi lain, Ibnu `Abbas adalah orang yang istiqomah dan rajin bertaubat. Beliau
sering berpuasa dan menghidupkan malam dengan ibadah, serta mudah menangis
ketika menghayati ayat-ayat Al-Qur’an.
Sebagaimana lazimnya kala itu,
pejabat pemerintahan adalah orang-orang `alim. Ibnu `Abbas pun pernah menduduki
posisi gubernur di Bashrah pada masa kekhalifahan `Ali. Penduduknya bertutur
tentang sepak terjang beliau, “Ia mengambil tiga perkara dan meninggalkan tiga
perkara. Apabila ia berbicara, ia mengambil hati pendengarnya; Apabila ia
mendengarkan orang, ia mengambil telinganya (memperhatikan orang tersebut);
Apabila ia memutuskan, ia mengambil yang termudah. Sebaliknya, ia menjauhi
sifat mencari muka, menjauhi orang berbudi buruk, dan menjauhi setiap perbuatan
dosa.”
`Abdullah bin Abbas meriwayatkan
sekitar 1.660 hadith. Dia sahabat kelima yang paling banyak meriwayatkan hadith
sesudah `Aisyah. Beliau juga aktif menyambut jihad di Perang Hunain, Tha`if,
Fathu Makkah dan Haji Wada`. Selepas masa Rasul, Ia juga menyaksikan
penaklukkan afrika bersama Ibnu Abu As-Sarah, Perang Jamal dan Perang Shiffin
bersama `Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Abbas juga adalah seorang yang istiqamah dalam amalnya.Beliau
kerap berjaga malam untuk beribadah dan juga selalu menangis apabila sedang
solat dan membaca al-Quran. Pada akhir masa hidupnya, Ibnu `Abbas mengalami
kebutaan. Beliau menetap di Tha`if hingga wafat pada tahun 68H di usia 71
tahun. Demikianlah, Ibnu `Abbas memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan
serta akhlaq `ulama. . Jenazahnya disembahyangkan oleh Muhammad bin Hanafiah
bin Ali bin Abi Talib.