Dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty, asymetri of information dan externality (Evans, 1984). Menurut Evan, ketiga ciri utama tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya.. Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah yang mengharuskan kita membedakan perlakuan atau intervensi pemerintah.
1. Uncertainty
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya.. Maka dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala ia menderita sakit.
2. Asymetry of Information
Sifat kedua asymetry of Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider ( dokter dan petugas kesehatan lainnya ) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayann yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan phelps, sedangkan pada jasa kecantikan dan beras sifat asymetry information hampir tidak nampak.
Konsumen tahu berapa harga pasar, apa manfaat yang dinikmatinya, bagaimana kualitas berbagai layanan dan seberapa besar kebutuhannya. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang bodoh , jangankan ia mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan , mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor sekalipun.
Dapat dibayangkan bahwa jika provider atau penjual memaksimalkan laba dan tidak mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama dan sosial sangat mudah terjadi penyalagunaan atau moral hazard yang dapat dilakukan oleh provider.
Sifat asymetry ini memudahkan timbulnya supply induce demand creation yang menyebabkan keseimbangan pasar tidak bisa tercapai dalam pelayanan kesehatan. Maka jangan heran jika dalam pelayanan kesehatan supply meningkat tidak menurunkan harga dan kualitas meningkat, yang menjadi justru sebaliknya yaitu peningkatan harga dan penurunan kualitas ( pemeriksaan yang tidak periu).
3. Externality
Externality menunjukkan bahwa komsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli.. Contohnya adalah komsumsi rokok yang mempunyai resiko besar pada bukan perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawa bersama ( publik ). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein ( 1993 ).
Tampilkan postingan dengan label Hospital. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hospital. Tampilkan semua postingan
Mei 25, 2011
Pola Tarif Rumah Sakit
Masalah tarif rumah sakit memang selalu menarik diperdebatkan. Hal ini pula yang mendasari mengapa Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HMI Cabang Makassar Timur pernah melakukan advokasi tarif rumah sakit di Sulawesi Selatan. Tapi, apa sebenarnya tarif rumah sakit itu?
Departemen Kesehatan mengartikan tarif sebagai nilai suatu jasa pelayanan rumah sakit dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut, rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Menurut Gani ( 1997 ) tarif atau “price” adalah harga nilai uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkomsumsi suatu komoditi yaitu barang atau jasa. Mulyadi ( 1997 ) mengemukakan bahwa dalam keadaan normal harga atau tarif harus menutup biaya penuh ( Full Cost ) yang terkait dengan produk dan menghasilkan laba yang dikehendaki.
Biaya penuh merupakan total pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan produk, sehingga pengorbanan ini harus dapat ditutup oleh pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan produk_ Disamping itu harus pula dapat mOhghasilkan laba yang memadai , sepadan dengan investasi yang ditahamkan untuk menghasilkan produk.
Tarif merupakan aspek yang sangat penting dalam institusi rumah sakit. Bagi rumah sakit pemerintah , tarif memahg telah ditetapkan melalui SK MenKes atau Perda. Meskipun demikian , disadari bahwa tarif pemerintah umumnya mempunyai pemulihan biaya (cost-recovery) yang rendah . jika tarif yang memiliki cost recovery yang rendah diberlakukan pada pelayanan terendah misalnya kelas III, maka hal tersebut adalah sesuatu yang layak karena hal ini terjadi subsidi pemerintah untuk masyarakat miskin dalam menggunakan pelayanan rumah sakit.
Llain halnya jika cost recovery ysng rendah juga diberlakukan pada kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi bagi kalangan masyarakat atas Dengan demikian, tujuan subsidi silang tidak akan tercapai dimana masyarakat atas tidak akan mensubsidi masyarakat bawah.
Tujuan Penetapan Tarif
Tarif dapat dibedakan dengan berbagai tujuan, antara lain:
a. Pemulihan biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya (cost recovery) rumah sakit. Hal semacam ini terutama dijumpai pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama, semakin kurang subsidinya. Karena itu kebijakan swadana sangat berkaitan dengan penetapan tarif yang menghubungkan dengan pemulihan biaya.
b. Subsidi Silang
Penentuan tarif bertujuan untuk menyeimbangkan penggunaan pelayanan bagi masyarakat ekonomi lemah, mengingat heterogennitas pendapatan masyarakat. Pola subsidi dapat didasarkan pada kelas ruang pelayanan profit dan pelayanan non profit.
Subsidi silang merupakan suatu kebijakan yang diharapkan pengguna jasa pelayanan medis dari kalangan yang mampu ekonominya dapat ikut serta meringankan beban biaya pasien ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini, maka tarif kelas VIP dan kelas I semestinya diatas unit cost agar surplus dari tarif tersebut dapat di gunakan untuk mengatasi defisit di kelas III.
c. Mengurangi pesaing
Penetapan terif terkadang dilakukan untuk mengurangi potensi pembangunan rumah sakit baru yang akan menjadi kompetitor baru.
Dengan cara ini , maka rumah sakit yang sudah beroperasi terlebih dahulu mempunyai strategi agar tarifnya tidak dapat disamakan oleh rumah sakit baru. Pasar kompetitif menjadikan rumah sakit bisa saling mengintif untuk menetapkan tarif. Penetapan tarif benar-benar dilakukan berbasis pada analisis pesaing. Dalam metode ini, biaya yang menyesuaikan dengan tarif. Ada dua metode dalam hal ini yakni penetapan tarif diatas pesaing dan penetapan tarif dibawah pesaing.
d. Memaksimalkan Pendapatan
Pada ciri pasar monopoli, maka penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalkan pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif pada tingkatan yang setinggi-tingginya, akan memberikan surplus setinggi – tingginya.
e. Memaksimalisasikan Penggunaan Pelayanan
Ada suatu kondisi dimana rumah sakit mempunyai BOR yang rendah . Guna meningkatkan BOR maka tarif ditekan serendah mungkin dengan demikian tujuan utama adalah meningkatkan utilisasi walaupun pada akhirnya surplus juga diharapkan ada dengan pendapatan tarif
f. Meminimalisasi Penggunaan Pelayanan
Untuk mengurangi pemakaian, dapat ditetapkan tarif tinggi. Sebagai contoh, tarif periksa umum di rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih tinggi dari pelayanan sejenis di Puskesmas. Dengan cara ini, maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan
Tarif Rasional
Pada tingkat mikro, hubungan antara biaya total, pendapatan total dan jumlah ouput (produk) dapat menentukan tarif rasional, dimana tarif rasional adalah tarif optimal untuk melayani consumer surplus, tetapi tetap berusaha mempertahankan pemerataan pelayanan kesehatan rawat inap dirumah sakit.
Departemen Kesehatan mengartikan tarif sebagai nilai suatu jasa pelayanan rumah sakit dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut, rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Menurut Gani ( 1997 ) tarif atau “price” adalah harga nilai uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkomsumsi suatu komoditi yaitu barang atau jasa. Mulyadi ( 1997 ) mengemukakan bahwa dalam keadaan normal harga atau tarif harus menutup biaya penuh ( Full Cost ) yang terkait dengan produk dan menghasilkan laba yang dikehendaki.
Biaya penuh merupakan total pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan produk, sehingga pengorbanan ini harus dapat ditutup oleh pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan produk_ Disamping itu harus pula dapat mOhghasilkan laba yang memadai , sepadan dengan investasi yang ditahamkan untuk menghasilkan produk.
Tarif merupakan aspek yang sangat penting dalam institusi rumah sakit. Bagi rumah sakit pemerintah , tarif memahg telah ditetapkan melalui SK MenKes atau Perda. Meskipun demikian , disadari bahwa tarif pemerintah umumnya mempunyai pemulihan biaya (cost-recovery) yang rendah . jika tarif yang memiliki cost recovery yang rendah diberlakukan pada pelayanan terendah misalnya kelas III, maka hal tersebut adalah sesuatu yang layak karena hal ini terjadi subsidi pemerintah untuk masyarakat miskin dalam menggunakan pelayanan rumah sakit.
Llain halnya jika cost recovery ysng rendah juga diberlakukan pada kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi bagi kalangan masyarakat atas Dengan demikian, tujuan subsidi silang tidak akan tercapai dimana masyarakat atas tidak akan mensubsidi masyarakat bawah.
Tujuan Penetapan Tarif
Tarif dapat dibedakan dengan berbagai tujuan, antara lain:
a. Pemulihan biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya (cost recovery) rumah sakit. Hal semacam ini terutama dijumpai pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama, semakin kurang subsidinya. Karena itu kebijakan swadana sangat berkaitan dengan penetapan tarif yang menghubungkan dengan pemulihan biaya.
b. Subsidi Silang
Penentuan tarif bertujuan untuk menyeimbangkan penggunaan pelayanan bagi masyarakat ekonomi lemah, mengingat heterogennitas pendapatan masyarakat. Pola subsidi dapat didasarkan pada kelas ruang pelayanan profit dan pelayanan non profit.
Subsidi silang merupakan suatu kebijakan yang diharapkan pengguna jasa pelayanan medis dari kalangan yang mampu ekonominya dapat ikut serta meringankan beban biaya pasien ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini, maka tarif kelas VIP dan kelas I semestinya diatas unit cost agar surplus dari tarif tersebut dapat di gunakan untuk mengatasi defisit di kelas III.
c. Mengurangi pesaing
Penetapan terif terkadang dilakukan untuk mengurangi potensi pembangunan rumah sakit baru yang akan menjadi kompetitor baru.
Dengan cara ini , maka rumah sakit yang sudah beroperasi terlebih dahulu mempunyai strategi agar tarifnya tidak dapat disamakan oleh rumah sakit baru. Pasar kompetitif menjadikan rumah sakit bisa saling mengintif untuk menetapkan tarif. Penetapan tarif benar-benar dilakukan berbasis pada analisis pesaing. Dalam metode ini, biaya yang menyesuaikan dengan tarif. Ada dua metode dalam hal ini yakni penetapan tarif diatas pesaing dan penetapan tarif dibawah pesaing.
d. Memaksimalkan Pendapatan
Pada ciri pasar monopoli, maka penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalkan pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif pada tingkatan yang setinggi-tingginya, akan memberikan surplus setinggi – tingginya.
e. Memaksimalisasikan Penggunaan Pelayanan
Ada suatu kondisi dimana rumah sakit mempunyai BOR yang rendah . Guna meningkatkan BOR maka tarif ditekan serendah mungkin dengan demikian tujuan utama adalah meningkatkan utilisasi walaupun pada akhirnya surplus juga diharapkan ada dengan pendapatan tarif
f. Meminimalisasi Penggunaan Pelayanan
Untuk mengurangi pemakaian, dapat ditetapkan tarif tinggi. Sebagai contoh, tarif periksa umum di rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih tinggi dari pelayanan sejenis di Puskesmas. Dengan cara ini, maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan
Tarif Rasional
Pada tingkat mikro, hubungan antara biaya total, pendapatan total dan jumlah ouput (produk) dapat menentukan tarif rasional, dimana tarif rasional adalah tarif optimal untuk melayani consumer surplus, tetapi tetap berusaha mempertahankan pemerataan pelayanan kesehatan rawat inap dirumah sakit.
Hospital
Rumah sakit oleh WHO ( 1957 ) diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh, ( Integrasi ) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.
Fungsi Rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) ( Depkes R.I. 1989 ) Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah skit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna ( Ilyas : 2001.)
Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan RI no. 983/ Menkes / 17/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spsialistik,dan sub spesialistik, sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, ( Pendidikan dan Non Pendidikan ) kelas C dan Kelas D.
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru dibidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian dari rumah sakit
Fungsi Rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) ( Depkes R.I. 1989 ) Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah skit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna ( Ilyas : 2001.)
Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan RI no. 983/ Menkes / 17/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spsialistik,dan sub spesialistik, sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, ( Pendidikan dan Non Pendidikan ) kelas C dan Kelas D.
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru dibidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian dari rumah sakit
Langganan:
Postingan (Atom)