Februari 27, 2013

Menari Diatas Batas, Ust Salim A Fillah

Tidakkah engkau tahu anakku,
segala ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya,
“Berangkatlah dalam keadaan ringan ataupun berat!”?
-Abu Ayyub Al Anshari, Radhiyallaahu ‘Anhu-
Di buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, saya pernah berkisah tentang Ibnu Taimiyah. Dia yang selalu dipasang di garis depan, menjadi pejuang pengobar semangat ketika serbuan Mongol bergemuruh menerjang Damaskus. Dan dialah juga yang tiap kali tugas jihad itu usai harus bersetia menghuni selnya di penjara kota.
Tetapi jeruji-jeruji tak menghentikannya. Disaksikan besinya yang berkarat dan temboknya yang berlumut dia ucapkan kekatanya yang menyejarah. “Apa yang mereka lakukan padaku? Jiwaku merdeka dalam genggaman Allah. Jika aku dipenjara, jadilah ia rehat. Jika dibuang jadilah ia tamasya. Jika dibunuh, apalagi yang lebih kurindukan selain menemui Allah?” Penjara tak menghentikannya. Ia tetap berkarya. Saat tinta, kertas, dan pena dijauhkan darinya, ditulisnya Risalatul Hamawiyah di dinding penjara dengan arang sisa perapian. Dan dunia pun menjadi saksi, bahwa jiwanya telah menari di atas semua batas, merayakan pengabdian yang hanya ia tujukan pada Allah sepanjang hidupnya.
Izinkan kali ini saya hadirkan seorang lagi yang menari di atas batas. Namanya Muhammad ibn ‘Ali. Tapi orang akan lebih mengangguk tanda kenal jika disebut nama Muhammad ibn Al Hanafiyah. Ini menisbat pada ibunya, seorang wanita dari Bani Hanifah. Ya, ayahandanya adalah ‘Ali ibn Abi Thalib, radhiyallaahu ‘anhu. Tapi ibundanya bukanlah Fathimah. Artinya, dia bukan berasal dari garis turun langsung Sang Nabi, Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam.
Satu saat seseorang mempermasalahkan pembedaan yang dilakukan atas dirinya dibanding kedua kakandanya, Al Hasan dan Al Husain. “Tidakkah kau lihat”, kata orang itu, “Ayahmu lebih mencintai Al Hasan dan Al Husain dibanding dirimu?”
“Duh, jangan katakan begitu kawan!”, jawabnya kalem. “Al Hasan dan Al Husain bagaikan dua mata bagi ayahku. Sedang aku ini bagaikan kedua tangannya. ” Senyumnya mengembang, manis sekali. “Adalah tugas kedua tangan”, lanjutnya, “Untuk menjaga kedua mata.” Dan memang begitulah kehidupannya, diabdikan untuk menjaga kedua kakandanya hingga batas waktu yang telah Allah tetapkan. Hingga, Al Hasan wafat dan Al Husain pun gugur dalam kisah yang terlalu pedih untuk kita ceritakan.
Dendamkah Muhammad ibn Al Hanafiyah pada keluarga besar yang telah menzhalimi keluarganya itu; Bani Umayyah? Secara manusiawi tentu jawabnya ya. Apalagi rasa pedih itu kadang muncul di saat seharusnya ia tunduk khusyu’ dan mentaati wasiat taqwa. Masa itu, hampir tak ada khuthbah Jum’at yang melewatkan pujian untuk Mu’awiyah sekeluarga sekaligus cacian untuk ‘Ali, ayahandanya. Seakan, mengumpat ‘Ali ibn Abi Thalib adalah bagian dari rukun khuthbah.
Tetapi orang-orang kemudian tertakjub ketika ia memenuhi panggilan jihad yang diserukan Yazid ibn Mu’awiyah, orang yang paling bertanggungjawab atas pembantaian Al Husain sekeluarga. “Layakkah orang seperti itu ditaati?”, tanya orang-orang.
“Memangnya ada apa dengannya?”
“Dia meninggalkan shalat, meminum khamr, dan jauh dari hukum Allah!”
“Aku tidak melihat itu ketika membersamainya. Dia menunaikan shalat, cenderung pada kebajikan, dan bertanya tentang Al Quran juga sunnah RasulNya.”
“Dia hanya berpura-pura di hadapanmu!”
“Apakah yang ditakutkannya atasku hingga harus berpura-pura? Dan jika kalian memang melihatnya melakukan semua itu, mengapa dia tidak berpura-pura pada kalian? Apakah kalian semua ini sahabat akrabnya yang ingin menjebakku?”
Mereka terdiam. Saling pandang. Lalu berkata lagi, “Bukankah Bani Umayyah yang telah menzhalimi keluargamu hingga binasa dan curas? Apa yang akan kau katakan di hadapan Allah dan di hadapan ayahmu, juga saudara-saudaramu, jika kini kau berperang di bawah panji-panji Bani Umayyah?”
Muhammad ibn Al Hanafiyah tersenyum. “Ayahku kini membersamai Rasulullah di surga tertinggi, sementara saudara-saudaraku adalah penghulu para pemuda di sana. Kezhaliman Bani Umayyah adalah urusan mereka dengan Allah. Urusanku kini adalah berjihad di jalan Allah dan mentaati Ulil Amri.”
Begitulah. Tak mudah menjadi seorang Muhammad ibn Al Hanafiyah. Ada kendala-kendala, ada batas-batas yang membuatnya terhalang untuk memberikan pengabdian. Batas-batas itu bukan hanya ada di dataran raga, tapi jauh di sana, di dalam jiwanya. Dan kini jiwanya menari di atas batas, merayakan pengabdian yang sepanjang hidup ia tujukan untuk Allah.
Memaknai batas kadang memberi kita permakluman untuk mengambil ‘udzur. Selalu ada pembenaran atas setiap langkah mundur yang kita ambil. Selalu ada alasan untuk berlama-lama di tiap perhentian yang kita singgahi. Tetapi di jalan cinta para pejuang, para kstaria agung itu bertanya pada hati. Dan mereka menemukan jawab yang membuat jiwa menari di atas batas, meski jasad harus bersipayah mengimbanginya. ‘Amr ibn Al Jamuh, lelaki pincang dari Bani Najjar itu diminta rehat ketika hari Uhud tiba. “Dengan kaki pincangku inilah”, katanya, “Aku akan melangkah ke surga!” Jiwanya menari di atas batas, dan Sang Nabi di hari Uhud bersaksi, “Ia kini telah berada di antara para bidadari, dengan kaki yang utuh tak pincang lagi!”
Dengan nikmat Allah yang begitu besar atas jiwa dan raga ini, apa yang harus kita katakan pada ‘Amr ibn Al Jamuh, Ahmad Yassin, dan orang-orang semisal mereka saat kita disaput diam dan santai? Dengan kemudaan ini, berkacalah kita pada Abu Ayyub Al Anshari yang di usia delapanpuluh tahunnya bergegas-gegas ke Konstantinopel, menjadikan pedangnya sebagai tongkat penyangga tubuh sepanjang jalan. Dan apa jawab kita saat kita ingatkan bahwa ia punya ‘udzur, tapi justru dia bertanya, “Tidak tahukah engkau Nak, bahwa ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya, ‘Berangkatlah dalam keadaan ringan maupun berat!’?”
salim. fillah
www.fillah.co.cc

Coto Makasar

Resep diambil dari kitab masakan.com, tentang rasa saya jg baru mau mempraktekannya. Bagi anda yang penasaran, Selamat Mencoba!!
Bahan
  • 300 gram jerohan sapi, rebus
  • 300 gram daging sapi
  • 5 cm kayu manis
  • 2 liter air cucian beras yang terakhir
  • 3 sdm minyak, untuk menumis
  • 8 butir bawang merah, iris tipis
Haluskan
  • 6 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • 1 ½ sdt merica butir
  • 1 sdm ketumbar sangrai
  • ½ sdt jintan
  • 3 cm jahe
  • 5 cm lengkuas
  • 50 gram kacang tanah, sangrai, buang kulit arinya.
  • 2 batang serai, memarkan
  • 2 sdm tauco
  • 1 sdm irisan gula merah
Pelengkap
  • Buras/lontong secukupnya, potong-potong
  • 2 batang daun bawang, iris halus
  • 3 sdm bawang goreng
  • 3 buah jeruk nipis, belah-belah
  • Sambal tauco
Cara membuat
    1. masukkan daging sapi, jerohan, kayu manis, dan garam ke dalam panci yang berisi air cucian beras. Masak sampai dagign setengah matang. Kecilkan apinya.
    2. tumis bawang merah sampai harum, masukkan bumbu halus, serai, dan tauco. Tumis sampai harum dan matang. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan daging. Tambahkan gula merah, masak sampai daging, jerohan empuk dan matang.
    3. angkat daging dan jerohan sapi, lalu potong-potong. Masukkan kembali kedalam kuah. Sajikan coto dengan pelengkap dan sambal tauco.

Februari 01, 2013

Mencegah Pikiran Negatif

Untuk sebagian besar dari kita, berpikir negatif mungkin sudah menjadi bagian dari diri. Ketika hal-hal tidak sesuai rencana, kita dengan mudah merasa depresi dan tidak bisa melihat sisi baik dari kejadian tersebut.

Berpikiran negatif tidak membawa kemana-mana, kecuali membuat perasaan tambah buruk, yang lalu akan berakibat performa kita mengecewakan. Hal ini bisa menjadi lingkaran yang tidak berujung.

Jessica Padykula menyarankan sembilan teknik untuk mencegah dan mengatasi pikiran negatif yang adalah sebagai berikut:
1. Hidup di saat ini.
Memikirkan masa lalu atau masa depan adalah hal yang sering membuat kita cemas. Jarang sekali kita panik karena kejadian masa sekarang. Jika Anda menemukan pikiran anda terkukung dalam apa yang telah terjadi atau apa yang belum terjadi, ingatlah bahwa hanya masa kini yang dapat kita kontrol.
2. Katakan hal positif pada diri sendiri
Katakan pada diri Anda bahwa Anda kuat, Anda mampu. Ucapkan hal tersebut terus-menerus, kapanpun. Terutama, mulailah hari dengan mengatakan hal positif tentang diri sendiri dan hari itu, tidak peduli jika hari itu Anda harus mengambil keputusan sulit ataupun Anda tidak mempercayai apa yang telah Anda katakan pada diri sendiri.
3. Percaya pada kekuatan pikiran positif
Jika Anda berpikir positif, hal-hal positif akan datang dan kesulitan-kesulitan akan terasa lebih ringan. Sebaliknya, jika Anda berpikiran negatif, hal-hal negatif akan menimpa Anda. Hal ini adalah hukum universal, seperti layaknya hukum gravitasi atau pertukaran energi. Tidak akan mudah untuk mengubah pola pikir Anda, namun usahanya sebanding dengan hasil yang bisa Anda petik.
4. Jangan berdiam diri.
Telusuri apa yang membuat Anda berpikiran negatif, perbaiki, dan kembali maju. Jika hal tersebut tidak bisa diperbaiki lagi, berhenti mengeluh dan menyesal karena hal itu hanya akan menghabiskan waktu dan energi Anda, juga membuat Anda merasa tambah buruk. Terimalah apa yang telah terjadi, petik hikmah/pelajaran dari hal tersebut, dan kembali maju.
5. Fokus pada hal-hal positif.
Ketika kita sedang sedang berpikiran negatif, seringkali kita lupa akan apa yang kita miliki dan lebih berfokus pada apa yang tidak kita miliki. Buatlah sebuah jurnal rasa syukur. Tidak masalah waktunya, tiap hari tulislah lima enam hal positif yang terjadi pada hari tersebut. Hal positif itu bisa berupa hal-hal besar ataupun sekadar hal-hal kecil seperti 'hari ini cerah' atau 'makan sore hari ini menakjubkan'. Selama Anda tetap konsisten melakukan kegiatan ini, hal ini mampu mengubah pemikiran negatif Anda menjadi suatu pemikiran positif. Dan ketika Anda mulai merasa berpikiran negatif, baca kembali jurnal tersebut.
6. Bergeraklah
Berolahraga melepaskan endorphin yang mampu membuat perasaaan Anda menjadi lebih baik. Apakah itu sekadar berjalan mengelelingi blok ataupun berlari sepuluh kilometer, aktifitas fisik akan membuat diri kita merasa lebih baik. Ketika Anda merasa down, aktifitas olahraga lima belas menit dapat membuat Anda merasa lebih baik.
7. Hadapi rasa takutmu
Perasaan negatif muncul dari rasa takut, makin takut Anda akan hidup, makin banyak pikiran negatif dalam diri Anda. Jika Anda takut akan sesuatu, lakukan sesuatu itu. Rasa takut adalah bagian dari hidup namun kita memiliki pilihan untuk tidak membiarkan rasa takut menghentikan kita.
8. Coba hal-hal baru
Mencoba hal-hal baru juga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Dengan mengatakan ya pada kehidupan Anda membuka lebih banyak kesempatan untuk bertumbuh. Jauhi pikiran 'ya, tapi...'. Pengalaman baru, kecil atau besar, membuat hidup terasa lebih menyenangkan dan berguna.
9. Ubah cara pandang
Ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik, cari cara untuk melihat hal tersebut dari sudut pandang yang lebih positif. Dalam setiap tantangan terdapat keuntungan, dalam setiap keuntungan terdapat tantangan.
Dari milis sebelah

Perkalian Bukan Sembarang

1 x 8 + 1 = 9
12 x 8 + 2 = 98
123 x 8 + 3 = 987
1234 x 8 + 4 = 9876
12345 x 8 + 5 = 98765
123456 x 8 + 6 = 987654
1234567 x 8 + 7 = 9876543
12345678 x 8 + 8 = 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321

1 x 9 + 2 = 11
12 x 9 + 3 = 111
123 x 9 + 4 = 1111
1234 x 9 + 5 = 11111
12345 x 9 + 6 = 111111
123456 x 9 + 7 = 1111111
1234567 x 9 + 8 = 11111111
12345678 x 9 + 9 = 111111111
123456789 x 9 +10= 1111111111

9 x 9 + 7 = 88
98 x 9 + 6 = 888
987 x 9 + 5 = 8888
9876 x 9 + 4 = 88888
98765 x 9 + 3 = 888888
987654 x 9 + 2 = 8888888
9876543 x 9 + 1 = 88888888
98765432 x 9 + 0 = 888888888

Brilliant, isn't it?

And look at this symmetry:

1 x 1 = 1
11 x 11 = 121
111 x 111 = 12321
1111 x 1111 = 1234321
11111 x 11111 = 123454321
111111 x 111111 = 12345654321
1111111 x 1111111 = 1234567654321
11111111 x 11111111 = 123456787654321
111111111 x 111111111=12345678987654321

Now, take a look at
this...

101%

From a strictly mathematical
viewpoint:

What Equals 100%?
What does it mean to give MORE
than 100%?

Ever wonder about those people who say they are giving more
than 100%?

We have all been in situations where someone wants you to
GIVE OVER 100%.

How about ACHIEVING 101%?

What equals 100% in
life?

Here's a little mathematical formula that might help
answer
these questions:

If:

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W
X Y Z

Is represented as:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26.

If:

H-A-R-D-W-O- R-
K

8+1+18+4+23+
15+18+11 = 98%

And:

K-N-O-W-L-E- D-G-E

11+14+15+23+ 12+5+4+7+ 5 = 96%

But:

A-T-T-I-T-U-
D-E

1+20+20+9+20+ 21+4+5 = 100%

THEN, look how far the
love of God will take you:

L-O-V-E-O-F-
G-O-D

12+15+22+5+15+
6+7+15+4 = 101%

Therefore, one can conclude with mathematical certainty
that:

While Hard Work and Knowledge will get you close, and Attitude will
get you there, It's the Love of God that will put you over the
top!


It's up to you if you share this with your friends & loved ones
just
the way I did.

Have a nice day & God bless !!
Source; soni_izzis. blogspot.com