Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, almanhaj.or.id
Shalat wajib ada lima: Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya', dan Shubuh.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada malam Isra'
(ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dinaikkan ke langit)
diwajibkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat lima puluh
waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru,
'Hai Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah.
Dan sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima
puluh'.”[1]
Dari Thalhah bin 'Ubaidillah Radhiyallahu anhu, ia menceritakan bahwa
pernah seorang Arab Badui berambut acak-acakan mendatangi Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah,
beritahukanlah kepadaku shalat apa yang diwajibkan Allah atasku." Beliau
menjawab:
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا.
"Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin menambah sesuatu (dari shalat sunnah)." [2]
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْـلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ،
وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang
berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa
Ramadhan." [3]
A. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya
shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih
tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban
hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan
shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang
mengingkari dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ.
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” [4]
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَتُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
‘Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’” [5]
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama', bahwa yang dimaksud
dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari
agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan
beberapa hadits lain, di antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَـادِ، مَنْ أَتَى بِهِنَّ
لَمْ يُضِيْعَ مِنْهُنَّ شَيْئًا اِسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَـانَ لَهُ
عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ
بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ
شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa
mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap
enteng, maka dia memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk memasukkannya
ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak memiliki
perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya.
Atau jika Dia berkehendak, maka Dia mengampuninya.’”[6]
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat
kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada
kehendak Allah.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang
pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat
adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia
selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki
shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya
disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya
dihisab seperti halnya shalat tadi.’” [7]
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya
warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa,
shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam,
hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan
manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, 'Kami
dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan
kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat
laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak
tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?”
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga
kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang
ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah
yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga
kali.” [8]
B. Kepada Siapa Diwajibkan?
Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah baligh dan berakal
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ،
وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى
يَعْقِلَ.
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur
hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila
hingga kembali sadar.” [9]
Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan shalat meskipun
shalat tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia terbiasa untuk mengerjakan
shalat.
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ،
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun. Dan
pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Serta
pisahkanlah ranjang mereka.” [10]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia
Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September
2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaihi: [Sunan at-Tirmidzi (I/137 no. 213)], secara
ringkas. Dan diriwayatkan secara panjang dalam Shahiih al-Bukhari
(Fat-hul Baari) (VII/201 no. 3887), Shahiih Muslim (I/145 no. 259),
serta Sunan an-Nasa-i (I/217).
[2]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/106 no.
46)], Shahiih Muslim (I/40 no. 11), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud)
(II/53 no. 387), dan Sunan an-Nasa-i (IV/121).
[3]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah
lafazh darinya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan
at-Tirmidzi (IV/119 no. 2736), Sunan an-Nasa-i (VIII/107).
[4]. Shahiih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 2848)], Shahiih Muslim
(I/88 no. 82), ini adalah lafazhnya, Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud)
(XII/436 no. 4653), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125 no. 2751), dan Sunan
Ibni Majah (I/342 no. 1078).
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 884)], Sunan Ibni Majah
(I/342 no. 1079), Sunan an-Nasa-i (I/231), dan Sunan at-Tirmidzi (IV/125
no. 2756).
[6]. Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1150)], Muwaththa’ al-Imam
Malik (hal. 90 no. 266), Ahmad (II/234 no. 82), Sunan Abi Dawud (‘Aunul
Ma’buud) (II/ 93 no. 421), Sunan Ibni Majah (I/449 no. 1401), dan Sunan
an-Nasa-i (I/230).
[7]. Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1172)], Sunan Ibni Majah
(I/458 no. 1425), ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (I/258 no.
411), dan Sunan an-Nasa-i (I/232).
[8]. Shahiih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 3273)], dan Sunan Ibni Majah (II/1344 no. 4049).
[9]. Shahiih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3513), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (XII/78 no. 4380).
[10]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 5868)], Sunan Abi Dawud
(‘Aunul Ma’buud) (II/162 no. 491), ini adalah lafazhnya, Ahmad
(al-Fat-hur Rabbaani) (II/237 no. 84), dan Mustadrak al-Hakim (I/197).
Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Religi. Tampilkan semua postingan
Maret 12, 2014
Oktober 01, 2013
Muhasabah
terus menerus manusia tanpa berpuas mengejar sesuatu yang dia inginkan |
hingga terlambat ia sadari bahwa semua itu bukan yang ia perlukan
kita menertawakan sesuatu yang kelak akan kita tangisi | mengumpulkan semua yang justru akan membebani
kita khawatir pada hal yang belum pasti semisal rezeki | malah merasa aman dengan kematian yang sudah pasti
kita perbanyak diri bergantung pada manusia yang akan berakhir | tapi selalu abai pada Dia yang menguasai hari akhir
tak pernah merasa cukup adalah kelemahan dan kekuatan manusia | bila itu untuk ibadah beruntunglah kita bila untuk dunia matilah kita
*Dari fanpage ust Felix siaw*
kita menertawakan sesuatu yang kelak akan kita tangisi | mengumpulkan semua yang justru akan membebani
kita khawatir pada hal yang belum pasti semisal rezeki | malah merasa aman dengan kematian yang sudah pasti
kita perbanyak diri bergantung pada manusia yang akan berakhir | tapi selalu abai pada Dia yang menguasai hari akhir
tak pernah merasa cukup adalah kelemahan dan kekuatan manusia | bila itu untuk ibadah beruntunglah kita bila untuk dunia matilah kita
*Dari fanpage ust Felix siaw*
Juli 07, 2013
Rukun Puasa
1. "... dan makan dan minumlah hingga jelas
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam...(
AL-Baqarah :187).
2. "Adiy bin Hatim berkata : Ketika
turun ayat ; artinya (...hingga jelas bagimu benang putih dari benang
hitam...), lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas benang putih, lalu
kedua utas benang itu akau simpan dibawah bantalku. Maka pada waktu malam saya
amati, tetapi tidak tampak jelas, maka saya pergi menemui Rasulullah saw. Dan saya
ceritakan hal ini kepada beliau. Beliapun bersabda: Yang dimaksud adalah
gelapnya malam dan terangnya siang (fajar). " ( H.R. Bukhary Muslim).
3. "Allah Ta'ala berfirman : "
Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan
ketaatan untukNya " ( Al-Bayyinah :5)
4. "Rasulullah saw. bersabda :
Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan
sesuai dengan apa yang diniatkan." ( H.R
Bukhary dan Muslim).
5. "Diriwayatkan dari Hafshah , ia
berkata : Telah bersabda Nabi saw. : Barangsiapa yang tidak beniat (puasa
Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa
baginya ." (HR. Abu Dawud) Hadits
Shahih.
KESIMPULAN:
Keterangan ayat dan hadit di atas memberi
pelajaran kepada kita bahawa rukun puasa Ramadhan adalah sebagai berikut :
a. Berniat sejak malam hari ( dalil 3,4 dan
5).
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima')
dengan isteri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (
Maghrib), ( dalil 1 dan 2).
Ramadha Kariim, Mari Bersuka Cita Menyambut Ramadhan
1. "Wahai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).
2. "Bulan Ramadhan, bulan yang
didalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil ), karena
itu barangsiapa diantara kamu menyaksikan (masuknya bulan ini ), maka hendaklah
ia puasa... " ( Al-Baqarah
: 185).
3. " Telah bersabda Rasulullah saw. :
Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain
Allah, dan sesungguhnya Muhammad ituadalah
utusan Allah. Mendirikan Shalat
Mengeluarkan Zakat puasa di bulan Ramadhan Menunaikan haji ke Ka'bah. ( HR.Bukhari
Muslim ).
4. "Diriwayatkan dari Thalhah bin '
Ubaidillah ra. : bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi saw. : ia
berkata : Wahai Rasulullah beritakan
kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah
atas diriku. Beliau bersabda : puasa Ramadhan. Lalu orang itu bertanya lagi :
Adakah puasa lain yang diwajibkan atas
diriku ?. Beliau bersabda : tidak ada,
kecuali bila engkau puasa Sunnah. ".
KESIMPULAN : Dari ayat-ayat dan
hadits-hadits diatas, kita dapat mengambil pelajaran :
1. puasa Ramadhan hukumnya Fardu ‘Ain (
dalil 1, 2, 3 dan 4 ).
2. puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan
untuk menyempurnakan ketaqwaan (dalil no 1).
Juni 11, 2013
Keistimewaan Bulan Ramadhan
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman
Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
"(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada
sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan
kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus
untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang
disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan
kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa
lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala
dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada
dua syarat berikut ini:
- Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
- Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk
bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda
antara yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam
pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur
Rasyidin. Sabda Nabi
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu
malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir
yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman
dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan
pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu,
seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut dari
siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang
sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati,
dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar,
yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil,
sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum
musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah
Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke
dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik
dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi
negeri Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka
ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan
Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada
Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah
menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan
Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun
zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali
dengannya.
Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa
yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak
mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya.
Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan
untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an,
dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para
hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti
berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan
yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa
memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan,Rasululloh bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah
kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum
sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam
Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya,
dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di
antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa
kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu
perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya:
zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan
kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi
palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan
keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam,
dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang
merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu
sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat
Mukhtaarah, hlm. 74 - 76
April 27, 2013
Tawakal Sepenuh Tawakal
Tawakal Kepada Allah.Tawakal (bahasa Arab: توكُل) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal
berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau
menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Tawakal adalah kedudukan yang mulia lagi besar pengaruhnya.Bahkan tawakal termasuk kewajiban iman yang paling besar, amal yang paling utama, ibadah yang mendekatkan diri pelakunya kepada Tuhan Yang Maha Pemurah,dan kedudukan paling tinggi dalam mengesakan Allah SWT.Sesungguhnya semua urusan tidak dapat diraih,kecuali dengan rasa tawakal kepada Allah dan memohon pertolonganNya.
Tawakal adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah.Ini adalah puncak perwujudan tauhid dan akumulasi keimanan.Tingkat perwujudan yang tertinggi adalah dengan mewujudkan sikap tawakal dengan jujur.Tawakal adalah akumulasi keimanan.Tetapi mengupayakan sebab-sebab, tidak menodai tawakal, tidak juga bertentangan dengannya, bahkan tindakan ini adalah bagian dari tawakal itu sendiri.
Sikap tawakal mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah.Silahkan anda membayangkan,Allah masih memerintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ,penghulu orang-orang yang bertawakal untuk menerapkan sikap ini.
Beberapa firman Allah Ta'ala mengenai tawakal ini adalah :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda dalam satu sabdanya :
Burung tersebut berangkat pada pagi hari dengan perut lapar, tetapi sore harinya ia pulang dengan perut penuh berisi makanan.Allah telah mengaruniakan rezeki kepadanya, telah mengisi perutnya dengan rezeki.Tidak ada satupun makhluk melata di muka bumi ini, kecuali Allah-lah yang menanggung rezekinya.
Barangsiapa yang ber-tawakal kepada Allah, Allah akan mencukupkan segala kebutuhannya.Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, niscaya Allah akan menyelamatkannya.Barangsiapa yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, niscaya Allah akan memberinya petunjuk.
Seorang muslim memandang tawakal kepada Allah dalam semua pekerjaannya bukan sebagai kewajiban semata, melainkan juga fardhu agama yang tidak hanya berkaitan dengan urusan agama,tetapi juga urusan duniawi termasuk di dalamnya.Dengan kata lain, tawakal tidak hanya berkaitan dengan urusan duniawi dan mencari rezeki semata, tetapi diharuskan pilu dalam masalah beribadah kepada Allah SWT.
Hendaklah kita selalu merasa yakin, wujudkanlah sikap tawakal kepada Allah, ketahuilah bahwa pemberi rezeki itu hanyalah Allah.Oleh karena itu, janganlah kita memohon sesuatu yang ada di sisi Allah dengan disertai maksiat kepadaNya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Ruhul Kudus ( Jibril ) membisikkan ke dalam jiwaku bahwa jiwa tidak akan mati hingga telah sempurna semua rezekinya dan telah tiba ajalnya.Oleh karena itu ,bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan baguskanlah dalam mencari rezeki.Jangan sampai terlambatnya rezeki menyebabkan kalian memohon apa yang ada di sisiNya dengan tindakan maksiat.Karena segala apa yang dimiliki Allah tidak bisa diperoleh kecuali dengan ketaatan kepadaNya."
( HR. Al-Bazzar ). Al-Albani menganggapnya sebagai hadis shahih di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib.
Janganlah kita meninggalkan shalat, dengan dalih sedang bekerja, dan beralasan bahwa bekerja juga ibadah.Ibadah apa? Jangan kita katakan, kita pergi ke luar negeri hanya untuk memenuhi rezeki anak-anak kita.Kemudian, jika kita menemukan pekerjaan haram atau harta yang haram jiwa kita berhasrat menguasainya.Tidak...! Sesungguhnya yang memberi rezeki hanyalah Allah.Janganlah kita mengabaikan kewajiban Allah ataupun hakNya.
Hendaklah kita mengetahui bahwa yang memberi rezeki kepada anjing dan orang-orang kafir adalah Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun.Apakah Dia memberi rezeki kepada anjing dan orang kafir, tetapi Dia mengabaikan orang yang mentauhidkanNya ?
Sumber : Menebar Kebaikan
Tamannya Hati
Tawakal adalah kedudukan yang mulia lagi besar pengaruhnya.Bahkan tawakal termasuk kewajiban iman yang paling besar, amal yang paling utama, ibadah yang mendekatkan diri pelakunya kepada Tuhan Yang Maha Pemurah,dan kedudukan paling tinggi dalam mengesakan Allah SWT.Sesungguhnya semua urusan tidak dapat diraih,kecuali dengan rasa tawakal kepada Allah dan memohon pertolonganNya.
Tawakal adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah.Ini adalah puncak perwujudan tauhid dan akumulasi keimanan.Tingkat perwujudan yang tertinggi adalah dengan mewujudkan sikap tawakal dengan jujur.Tawakal adalah akumulasi keimanan.Tetapi mengupayakan sebab-sebab, tidak menodai tawakal, tidak juga bertentangan dengannya, bahkan tindakan ini adalah bagian dari tawakal itu sendiri.
Sikap tawakal mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah.Silahkan anda membayangkan,Allah masih memerintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ,penghulu orang-orang yang bertawakal untuk menerapkan sikap ini.
Beberapa firman Allah Ta'ala mengenai tawakal ini adalah :
"Dan bertawakalah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memujiNya...
( QS. Al-Furqan (25) : 58 ).
Dia juga berfirman : "Sebab itu bertawakallah kepada Allah,sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata".
( QS. An-Naml (27) : 79 ).
" Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal,jika kamu benar-benar orang yang beriman ".
( QS. Al-Maaidah (5) : 23 ).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda dalam satu sabdanya :
" Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal,niscaya Allah akan mengaruniakan rezeki kepadamu sebagaimana Dia mengaruniakan rezeki kepada burung, ia keluar dari sarangnya pada pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada sore harinya dalam keadaan kenyang "( HR. Ahmad ).
Burung tersebut berangkat pada pagi hari dengan perut lapar, tetapi sore harinya ia pulang dengan perut penuh berisi makanan.Allah telah mengaruniakan rezeki kepadanya, telah mengisi perutnya dengan rezeki.Tidak ada satupun makhluk melata di muka bumi ini, kecuali Allah-lah yang menanggung rezekinya.
Barangsiapa yang ber-tawakal kepada Allah, Allah akan mencukupkan segala kebutuhannya.Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, niscaya Allah akan menyelamatkannya.Barangsiapa yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, niscaya Allah akan memberinya petunjuk.
Seorang muslim memandang tawakal kepada Allah dalam semua pekerjaannya bukan sebagai kewajiban semata, melainkan juga fardhu agama yang tidak hanya berkaitan dengan urusan agama,tetapi juga urusan duniawi termasuk di dalamnya.Dengan kata lain, tawakal tidak hanya berkaitan dengan urusan duniawi dan mencari rezeki semata, tetapi diharuskan pilu dalam masalah beribadah kepada Allah SWT.
Hendaklah kita selalu merasa yakin, wujudkanlah sikap tawakal kepada Allah, ketahuilah bahwa pemberi rezeki itu hanyalah Allah.Oleh karena itu, janganlah kita memohon sesuatu yang ada di sisi Allah dengan disertai maksiat kepadaNya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Ruhul Kudus ( Jibril ) membisikkan ke dalam jiwaku bahwa jiwa tidak akan mati hingga telah sempurna semua rezekinya dan telah tiba ajalnya.Oleh karena itu ,bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan baguskanlah dalam mencari rezeki.Jangan sampai terlambatnya rezeki menyebabkan kalian memohon apa yang ada di sisiNya dengan tindakan maksiat.Karena segala apa yang dimiliki Allah tidak bisa diperoleh kecuali dengan ketaatan kepadaNya."
( HR. Al-Bazzar ). Al-Albani menganggapnya sebagai hadis shahih di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib.
Janganlah kita meninggalkan shalat, dengan dalih sedang bekerja, dan beralasan bahwa bekerja juga ibadah.Ibadah apa? Jangan kita katakan, kita pergi ke luar negeri hanya untuk memenuhi rezeki anak-anak kita.Kemudian, jika kita menemukan pekerjaan haram atau harta yang haram jiwa kita berhasrat menguasainya.Tidak...! Sesungguhnya yang memberi rezeki hanyalah Allah.Janganlah kita mengabaikan kewajiban Allah ataupun hakNya.
Hendaklah kita mengetahui bahwa yang memberi rezeki kepada anjing dan orang-orang kafir adalah Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun.Apakah Dia memberi rezeki kepada anjing dan orang kafir, tetapi Dia mengabaikan orang yang mentauhidkanNya ?
Sumber : Menebar Kebaikan
Tamannya Hati
Sebab Kita Pasti Mati (Dzikrul Maut) By Ust. Arifin Ilham
Innalillahi wainna ilaihi raji'un....Masih berduka atas meninggalnya ustad Jefri Al Buchori, Allohummaghfirlahu warhamhu...semoga Alloh mengampuni dosa dan kesalahan belio, merahmati belio...amiin ya robbal'alamin
Berikut ini adalah tausiah ustad Arifin ilham difan page belio agar senantiasa bersiap diri dengan bekal yang sebaik-baik bekal untuk sesuatu yang pasti akan menghampiri, setiap hari setiap menit setiap menit semakin dekat semakin dekat. MATI!! sudahkah kita siapkan bekalnya...
Assalaamu
alaikum wa rahmatullah wa barkaatuhu. SubhanAllah sahabatku, Rasul yg mulia
mengingatkan pada kita, "Cukuplah kematian sebagai peringatan
bagimu". Memang kematian adalah nasehat lebih tajam daripada nasehat
lisan. Sungguh setiap kita sebagai mahlukNya sudah divonis mati bahkan sebelum
kelahiran kita, "Setiap yg berjiwa pasti
mati" (QS Al Anbiya 35). Dan setiap kita sudah ada jadwal kematian,
"Tidaklah suatu jiwa mati kecuali sudah ada kitab ajalnya" (QS Ali
Imron 145). Sungguh kematian datang pada siapapun, pada yg sakit juga pada yg
sehat, pada yg tua juga pada yg muda, pada yg jelata juga pada yg kaya, bahkan
pada yg sembunyi membangun benteng yg kokoh dg barikade pengawalan ketat pasti
mati juga, "Dimanapun kalian berada pasti kematian merengut kalian
walaupun dalam benteng yg kokoh" (QS An Nisa 78). Kita tidak akan pernah
bisa menghindari kematian bahkan kadang datang "baghtatan" sekonyong
konyong, mendadak (QS Al An'am 31). Kita tidak pernah tahu kapan, dimana dan
bagaimana cara kita mati, "mastuurun" dirahasikan Allah, kapan,
dimana dan bagaimana? "We don't know!" yg pasti, pasti mati.
Hikmahnya agar kita BERSIAP SIAP MENGHADAPINYA, jangan lengah, sibukkan diri dg
ibadah, amal sholeh, hidup dalam Sunnah Nabi Muhammad, jangan sekali kali nekat
berbuat ma'siyat. Jadilah hamba Allah yg BERIMAN, CERDAS lagi MULIA AKHLAK.
Simaklah sabda Rasulullah, "Umatku yg paling cerdas adalah umatku yg
paling banyak ingat mati, lalu mempersiapkan dirinya HIDUP SETELAH MATI"
(HR Ath Thabrani). Karena sahabatku tercinta, camkan nasehat Rasulullah,
"Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan-kelezatan, yaitu
kematian" (HR Tirmidzi No 230, Shohihul Jami' no. 1210), jangan terkecoh
lagi dg permainan dunia ini, taatlah pada Allah, bangunlah sholat malam,
tadaburkan Alqur'an, penuhi panggilan Allah untuk berjamaah di RumahNya,
tebarkan sedekah dan kebaikan, bimbing keluarga agar semakin takut pada Allah,
rendahkanlah hati kalian, duduklah di MajlisNya majlis yg membuat kalian
semakin takut padaNya dan membuat kalian mudah menangis karenaNya. "Dan
berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik baik bekal adalah TAQWA" (QS Al
Baqoroh 197). Allahumma ya Allah tancapkan di hati kami keindahan iman,
kelezatan taat, kemuliaan akhlak dan wafatkanlah kami dalam keadaan HUSNUL
KHOTIMAH...aamiin".
Maret 02, 2013
Tips Memilih Daging, Pastikan Halalnya!!
Kasus penjualan daging celeng beberapa waktu lalu merupakan
pelajaran penting bagi konsumen muslim. Dengan kejadian tersebut diharapkan
konsumen lebih mengenal ciri-ciri daging agar tidak mudah tertipu. Karena itu
yuk kita belajar memilih dan membedakan asal daging!
Dibandingkan dengan pangan nabati, daging merupakan sumber protein yang lebih baik karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang. Selain itu daging juga merupakan sumber lemak, vitamin, dan mineral. Setiap 100gram daging rata-rata dapat memenuhi sebesar 10% kalori, 50% protein, 35% zat besi, dan 25-60% vitamin B kompleks dari kebutuhan gizi orang dewasa per hari. Tak heran kalau daging begitu digemari oleh masyarakat disamping rasanya yang juga lezat.
Namun konsumen biasanya terjebak dalam membedakan jenis-jenis daging hewan ternak besar karena memiliki penampakan yang mirip. Sedangkan hewan ternak kecil (unggas) lebih mudah dibedakan karena jenis dagingnya yang sangat berbeda dengan hewan ternak besar.
Berikut beberapa ciri-ciri daging hewan ternak besar yang perlu Anda ketahui sehingga dapat membedakannya saat membeli:
Daging Sapi: Biasanya daging sapi yang baik berwarna merah terang, seratnya halus dan lemaknya berwarna kekuningan. Daging yang kaku dan berwarna gelap menunjukkan bahwa penyembelihan dilakukan pada kondisi tidak tepat, misalnya hewan dalam keadaan stress atau kehabisan tenaga. Sedangkan sapi berwarna cokelat menandakan bahwa daging sapi tersebut sudah terkena udara terlalu lama.
Daging Kerbau: Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi. Sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras. Umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya karena disembelih pada umur tua.
Daging Kambing: Daging ini memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi plus serat halus dan lembut. Lemaknya keras dan kenyal berwarna putih kekuningan. Daging kambing mudah dikenali karena bau BB-nya yang khas dan cukup keras.
Daging Babi: Biasanya daging babi memiliki ciri warna merah pucat dengan serat yang halus. Lemaknya berwarna putih jernih, teksturnya lunak, dan mudah mencair pada suhu ruang. Sedangkan daging babi hutan atau celeng, memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih gelap, sehingga sepintas lalu daging celeng mirip dengan daging sapi. Namun celeng memiliki aroma bau khas babi yang kuat sehingga dapat diidentifikasi konsumen lewat aromanya.
(Sumber LPPOM MUI)
Dibandingkan dengan pangan nabati, daging merupakan sumber protein yang lebih baik karena mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang. Selain itu daging juga merupakan sumber lemak, vitamin, dan mineral. Setiap 100gram daging rata-rata dapat memenuhi sebesar 10% kalori, 50% protein, 35% zat besi, dan 25-60% vitamin B kompleks dari kebutuhan gizi orang dewasa per hari. Tak heran kalau daging begitu digemari oleh masyarakat disamping rasanya yang juga lezat.
Namun konsumen biasanya terjebak dalam membedakan jenis-jenis daging hewan ternak besar karena memiliki penampakan yang mirip. Sedangkan hewan ternak kecil (unggas) lebih mudah dibedakan karena jenis dagingnya yang sangat berbeda dengan hewan ternak besar.
Berikut beberapa ciri-ciri daging hewan ternak besar yang perlu Anda ketahui sehingga dapat membedakannya saat membeli:
Daging Sapi: Biasanya daging sapi yang baik berwarna merah terang, seratnya halus dan lemaknya berwarna kekuningan. Daging yang kaku dan berwarna gelap menunjukkan bahwa penyembelihan dilakukan pada kondisi tidak tepat, misalnya hewan dalam keadaan stress atau kehabisan tenaga. Sedangkan sapi berwarna cokelat menandakan bahwa daging sapi tersebut sudah terkena udara terlalu lama.
Daging Kerbau: Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi. Sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras. Umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya karena disembelih pada umur tua.
Daging Kambing: Daging ini memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi plus serat halus dan lembut. Lemaknya keras dan kenyal berwarna putih kekuningan. Daging kambing mudah dikenali karena bau BB-nya yang khas dan cukup keras.
Daging Babi: Biasanya daging babi memiliki ciri warna merah pucat dengan serat yang halus. Lemaknya berwarna putih jernih, teksturnya lunak, dan mudah mencair pada suhu ruang. Sedangkan daging babi hutan atau celeng, memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih gelap, sehingga sepintas lalu daging celeng mirip dengan daging sapi. Namun celeng memiliki aroma bau khas babi yang kuat sehingga dapat diidentifikasi konsumen lewat aromanya.
(Sumber LPPOM MUI)
Produktivitas Kolektif, Ust. Anis Matta
Enteng benar Ummu Salamah menjawab pertanyaan Anas bin Malik. Khadam Rasulullah SAW ini diam-diam mengamati sebuah kebiasaan Sang Rasul yang rada berbeda ketika beliau menemui Ummu Salamah dan ketika beliau menemui Aisyah.
Rasulullah SAW selalu secara langsung dan refleks mencium Aisyah setiap kali menemuinya,
termasuk di bulan Ramadhan. Tapi, tidak begitu kebiasaan beliau saat bertemu Ummu Salamah. Nah, kebiasaan itulah yang ditanyakan Anas bin Malik kepada Ummu Salamah, yang kemudian dijawab begini: “Rasulullah SAW tidak dapat menahan diri ketika melihat Aisyah.”
Jawabannya Cuma begitu.
Penjelasannya sesederhana itu.
Datar. Yah, datar saja.
Seperti hendak menyatakan sebuah fakta tanpa pretensi. Sebuah fakta yang diterima sebagai suatu kewajaran tanpa syarat. Tanpa penjelasan.
Sudah begitu keadaannya, kenapa tidak?
Atau apa yang salah dengan fakta itu?
Apa yang harus dicomplain dari kebiasaan itu?
Itu sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri yang harus membuat ia marah. Atau menjadi keberatan yang melahirkan cemburu. Mati rasakah ia? Hah? Tapi siapa berani bilang begitu?
Terlalu banyak masalah kecil yang menyedot energi kita. Termasuk banyak pertengkaran dalam keluarga. Sebab kita tidak punya agenda-agenda besar dalam hidup. Atau punya tapi fokus kita tidak ke situ. Jadi kaidahnya sederhana: kalau energi kita tidak digunakan untuk kerja-kerja besar, maka perhatian kita segera tercurah kepada masalah-masalah kecil.
Karena mereka punya agenda besar dalam hidup, maka mereka tidak membiarkan energi mereka terkuras oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, kecuali untuk semacam “pelepasan emosi” yang wajar dan berguna untuk kesehatan mental.
Kehidupan mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa punya bekas yang mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah memberi mereka toleransi yang teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah kecil berlalu dengan santai.
Kehidupan mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa punya bekas yang mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah memberi mereka toleransi yang teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah kecil berlalu dengan santai.
Fokus pada misi besar itu dimungkinkan oleh karena sejak awal akad kebersamaan mereka adalah janji amal. Sebuah komitmen kerja. Bukan sebuah romansa kosong dan rapuh. Mereka selalu mengukur keberhasilan mereka pada kinerja dan pertumbuhan kolektif mereka yang
berkesinambungan sebagai sebuah tim. Persoalan-persoalan mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari dalam ke luar.
berkesinambungan sebagai sebuah tim. Persoalan-persoalan mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari dalam ke luar.
Seperti sebuah sungai yang mengalir menuju muara besar: masyarakat. Mereka adalah sekumpulan riak yang menyatu membentuk gelombang, lalu misi kenabian datang bagai
angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah mereka badai kebajikan dalam sejarah
kemanusiaan.
angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah mereka badai kebajikan dalam sejarah
kemanusiaan.
Cinta memenuhi rongga dada mereka. Dan semua kesederhanaan, bahkan kadang
kepapaan, dalam hidup mereka tidak pernah sanggup mengganggu laju aliran sungai mereka menuju muara masyarakat. Mereka bergerak. Terus bergerak. Dan terus bergerak.
Dan romansa cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.
Dan romansa cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.
Sumber; ebook serial cinta by PKS Banyumas
Label:
Muslimah,
Personality,
Religi
Februari 27, 2013
Menari Diatas Batas, Ust Salim A Fillah
Tidakkah
engkau tahu anakku,
segala ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya,
“Berangkatlah dalam keadaan ringan ataupun berat!”?
-Abu Ayyub Al Anshari, Radhiyallaahu ‘Anhu-
segala ‘udzur telah dihapus dengan firmanNya,
“Berangkatlah dalam keadaan ringan ataupun berat!”?
-Abu Ayyub Al Anshari, Radhiyallaahu ‘Anhu-
Di
buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, saya pernah berkisah tentang Ibnu
Taimiyah. Dia yang selalu dipasang di garis depan, menjadi pejuang pengobar
semangat ketika serbuan Mongol bergemuruh menerjang Damaskus. Dan dialah juga
yang tiap kali tugas jihad itu usai harus bersetia menghuni selnya di penjara
kota.
Tetapi
jeruji-jeruji tak menghentikannya. Disaksikan besinya yang berkarat dan
temboknya yang berlumut dia ucapkan kekatanya yang menyejarah. “Apa yang mereka
lakukan padaku? Jiwaku merdeka dalam genggaman Allah. Jika aku dipenjara,
jadilah ia rehat. Jika dibuang jadilah ia tamasya. Jika dibunuh, apalagi yang
lebih kurindukan selain menemui Allah?” Penjara tak menghentikannya. Ia tetap
berkarya. Saat tinta, kertas, dan pena dijauhkan darinya, ditulisnya Risalatul
Hamawiyah di dinding penjara dengan arang sisa perapian. Dan dunia pun menjadi
saksi, bahwa jiwanya telah menari di atas semua batas, merayakan pengabdian
yang hanya ia tujukan pada Allah sepanjang hidupnya.
Izinkan
kali ini saya hadirkan seorang lagi yang menari di atas batas. Namanya Muhammad
ibn ‘Ali. Tapi orang akan lebih mengangguk tanda kenal jika disebut nama
Muhammad ibn Al Hanafiyah. Ini menisbat pada ibunya, seorang wanita dari Bani
Hanifah. Ya, ayahandanya adalah ‘Ali ibn Abi Thalib, radhiyallaahu ‘anhu. Tapi ibundanya
bukanlah Fathimah. Artinya, dia bukan berasal dari garis turun langsung Sang
Nabi, Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam.
Satu
saat seseorang mempermasalahkan pembedaan yang dilakukan atas dirinya dibanding
kedua kakandanya, Al Hasan dan Al Husain. “Tidakkah kau lihat”, kata orang itu,
“Ayahmu lebih mencintai Al Hasan dan Al Husain dibanding dirimu?”
“Duh,
jangan katakan begitu kawan!”, jawabnya kalem. “Al Hasan dan Al Husain bagaikan
dua mata bagi ayahku. Sedang aku ini bagaikan kedua tangannya. ” Senyumnya
mengembang, manis sekali. “Adalah tugas kedua tangan”, lanjutnya, “Untuk
menjaga kedua mata.” Dan memang begitulah kehidupannya, diabdikan untuk menjaga
kedua kakandanya hingga batas waktu yang telah Allah tetapkan. Hingga, Al Hasan
wafat dan Al Husain pun gugur dalam kisah yang terlalu pedih untuk kita
ceritakan.
Dendamkah
Muhammad ibn Al Hanafiyah pada keluarga besar yang telah menzhalimi keluarganya
itu; Bani Umayyah? Secara manusiawi tentu jawabnya ya. Apalagi rasa pedih itu
kadang muncul di saat seharusnya ia tunduk khusyu’ dan mentaati wasiat taqwa.
Masa itu, hampir tak ada khuthbah Jum’at yang melewatkan pujian untuk Mu’awiyah
sekeluarga sekaligus cacian untuk ‘Ali, ayahandanya. Seakan, mengumpat ‘Ali ibn
Abi Thalib adalah bagian dari rukun khuthbah.
Tetapi
orang-orang kemudian tertakjub ketika ia memenuhi panggilan jihad yang
diserukan Yazid ibn Mu’awiyah, orang yang paling bertanggungjawab atas
pembantaian Al Husain sekeluarga. “Layakkah orang seperti itu ditaati?”, tanya
orang-orang.
“Memangnya
ada apa dengannya?”
“Dia
meninggalkan shalat, meminum khamr, dan jauh dari hukum Allah!”
“Aku
tidak melihat itu ketika membersamainya. Dia menunaikan shalat, cenderung pada
kebajikan, dan bertanya tentang Al Quran juga sunnah RasulNya.”
“Dia
hanya berpura-pura di hadapanmu!”
“Apakah
yang ditakutkannya atasku hingga harus berpura-pura? Dan jika kalian memang
melihatnya melakukan semua itu, mengapa dia tidak berpura-pura pada kalian?
Apakah kalian semua ini sahabat akrabnya yang ingin menjebakku?”
Mereka
terdiam. Saling pandang. Lalu berkata lagi, “Bukankah Bani Umayyah yang telah
menzhalimi keluargamu hingga binasa dan curas? Apa yang akan kau katakan di
hadapan Allah dan di hadapan ayahmu, juga saudara-saudaramu, jika kini kau
berperang di bawah panji-panji Bani Umayyah?”
Muhammad ibn Al Hanafiyah tersenyum. “Ayahku kini membersamai Rasulullah di surga tertinggi, sementara saudara-saudaraku adalah penghulu para pemuda di sana. Kezhaliman Bani Umayyah adalah urusan mereka dengan Allah. Urusanku kini adalah berjihad di jalan Allah dan mentaati Ulil Amri.”
Muhammad ibn Al Hanafiyah tersenyum. “Ayahku kini membersamai Rasulullah di surga tertinggi, sementara saudara-saudaraku adalah penghulu para pemuda di sana. Kezhaliman Bani Umayyah adalah urusan mereka dengan Allah. Urusanku kini adalah berjihad di jalan Allah dan mentaati Ulil Amri.”
Begitulah.
Tak mudah menjadi seorang Muhammad ibn Al Hanafiyah. Ada kendala-kendala, ada
batas-batas yang membuatnya terhalang untuk memberikan pengabdian. Batas-batas
itu bukan hanya ada di dataran raga, tapi jauh di sana, di dalam jiwanya. Dan
kini jiwanya menari di atas batas, merayakan pengabdian yang sepanjang hidup ia
tujukan untuk Allah.
Memaknai
batas kadang memberi kita permakluman untuk mengambil ‘udzur. Selalu ada
pembenaran atas setiap langkah mundur yang kita ambil. Selalu ada alasan untuk
berlama-lama di tiap perhentian yang kita singgahi. Tetapi di jalan cinta para
pejuang, para kstaria agung itu bertanya pada hati. Dan mereka menemukan jawab
yang membuat jiwa menari di atas batas, meski jasad harus bersipayah
mengimbanginya. ‘Amr ibn Al Jamuh, lelaki pincang dari Bani Najjar itu diminta
rehat ketika hari Uhud tiba. “Dengan kaki pincangku inilah”, katanya, “Aku akan
melangkah ke surga!” Jiwanya menari di atas batas, dan Sang Nabi di hari Uhud
bersaksi, “Ia kini telah berada di antara para bidadari, dengan kaki yang utuh
tak pincang lagi!”
Dengan
nikmat Allah yang begitu besar atas jiwa dan raga ini, apa yang harus kita
katakan pada ‘Amr ibn Al Jamuh, Ahmad Yassin, dan orang-orang semisal mereka
saat kita disaput diam dan santai? Dengan kemudaan ini, berkacalah kita pada
Abu Ayyub Al Anshari yang di usia delapanpuluh tahunnya bergegas-gegas ke
Konstantinopel, menjadikan pedangnya sebagai tongkat penyangga tubuh sepanjang
jalan. Dan apa jawab kita saat kita ingatkan bahwa ia punya ‘udzur, tapi justru
dia bertanya, “Tidak tahukah engkau Nak, bahwa ‘udzur telah dihapus dengan
firmanNya, ‘Berangkatlah dalam keadaan ringan maupun berat!’?”
salim.
fillah
www.fillah.co.cc
www.fillah.co.cc
Langganan:
Postingan (Atom)