"Bang.. bakso spesial dua yah, yang satu pakai bihun dan yang satunya baksonya saja," bu Rien memesan bakso untuk dirinya dan anaknya, dan sang anak kemudian merengek meminta teh botol dan lain-lain. Sementara bu Rien melihat-lihat majalah wanita sambil duduk menunggu pesanan disiapkan, dia bergumam dalam hati. ”Subhanallah ini kok yang tampil di majalah rata-rata modis dan langsing-langsing, semua cantik sekali. Mungkin mereka sangat menjaga makanannya, juga tidur dan sering berolahraga,” gumam bu Rien dalam hati. Bu Rien berfikir lagi, betapa selama ini dia sangat jarang berolahraga dan selama ini pun juga sudah jarang jalan kaki ke mana-mana, mengingat bahwa suaminya sudah mampu untuk membelikan kendaraan bermotor sehingga sangat mudah bagi bu Rien untuk pergi kemana-mana dibantu oleh kendaraan motor roda dua yang siap mengantarnya kemana-mana. Alhasil, yang namanya gerak jalan dan semua hal yang berbau olahraga sudah sangat jarang dilakukan bu Rien.
Satu lagi yang akhirnya membuat bu Rien sibuk mengagumi wajah cantik dan tubuh langsing para wanita tidak hanya di majalah itu, namun juga di jalanan, televisi dan lain lain, adalah karena bu Rien sangat gemar memikirkan desain baju. Cita-citanya menjadi designer terhambat oleh keinginan orang tuanya yang selepas sekolah SMU dulu, ingin anaknya segera menikah. Setelah menikah, dia merasakan dirinya menjadi semakin lemot, berat badannya pun bertambah cukup cepat. Berawal dari keinginannya menjadi ahli desain pakaian wanita muslimah, maka bu Rien kerap mengagumi tubuh wanita langsing dan wajah cantik rupawan.
Tuk tik tak tik tuk, sebuah suara sepatu hak tinggi yang bunyinya manis berirama membuat bu Rien sontak menoleh, sesosok wanita bertubuh langsing berpakaian berbahan organdi yang sangat mewah dan sangat pas menempel di tubuhnya. Wanita itu begitu memikat, juga aksesoris yang tidak terlalu benderang namun cukup membuat bu Rien terpaku karena bentuknya yang memikat, membuat sang wanita yang sudah wajahnya mulus tanpa ada flek sedikitpun diwajahnya, betul betul seperti bidadari dari surga yang mengenakan pakaian muslimah dengan kerudung berlapis yang dihiasi manik-manik yang semakin mempermanis wanita itu.
Senyumnya begitu lembut terlihat, ketika sang wanita cantik memesan sebotol teh botol dingin, dan dibelakangnya ada seorang wanita berpakaian seperti suster yang sibuk mendorong kereta bayi dengan membawa banyak ransel dan plastik belanjaan yang tersangkut dipegangan troley bayi yang sedang didorongnya dengan susah payah, sementara sang wanita cantik yang merupakan majikannya minum sendiri tanpa memperdulikan atau menawari sang baby sitter.
Sementara itu, bu Rien melihat dengan wajah kagum dan sedikit terpesona ketika sang wanita yang begitu memikat menghirup teh botolnya perlahan, dan jari-jarinya yang lentik semakin memperindah penampilan sang wanita, mungkin jika di foto bisa diberi judul yaitu ketika bidadari minum teh botol, demikian pikir bu Rien sambil memindahkan mangkuk bakso yang sudah habis ke tepi meja.
"Aduuuhh, kamu tahu gak... sich... Mama tunggu kamu sudah lama, kamu kemana aja? Kalau kamu begini terus mama jadi malas banget ngajak kamu kemana mana dan mama juga gak suka bawa kamu ikut-ikut mama pergi lagi," teriak wanita cantik itu keras sambil melangkah tergesa-gesa menyenggol kereta bayi sehingga bungkusan plastik yang tesangkut di pegangan kereta bayi itu hampir tumpah. Lalu terlihat bahwa sang wanita menjewer telinga anaknya sekeras-kerasnya dan nampak sang anak begitu marah dipelakukan ibunya seperti itu. Sang anak pun menangis kencang sekali, sementara sang ibu terus menenangkan si anak yang mungkin baru berusia 3 tahun dengan membentak-bentak dan berwajah merah padam.
"Ayo, pukul mama kalau berani, diammm… kata mama diamm… jangan menangis keras-keras, yang salah kan kamu, kenapa kamu pergi-pergi gak ijin, kalau mau pergi bilang mama dong, mama cari-cari kamu setengah mati keliling mal, dan kamu enak-enakan aja jalan-jalan sendirian, apa kamu gak liat mama kan pake hak tinggi, nih tumit mama sakit tahu gak, dasar anak bandel, gak bisa diatur, dikasih tahu malah bales mukul," sambil mencengkram tangan anaknya, sang ibu sibuk mengomeli dan sebelah tangannya memukul keras tangan anaknya yang kecil mungil.
Wajah yang cantik berubah seperti monster, yang biasa wajahnya begitu indah, mendadak menjadi begitu menyeramkan, karena wajah merah padam sang wanita cantik yang tengah dikuasai emosi dan amarah, membuat kecantikannya sirna dan tiba-tiba nampak di wajah bu Rien gambaran monster yang bertubuh langsing dan berkuku panjang sedang memukul anak kecil. Predikat bidadari langsung saja lenyap, bu Rien kemudian pergi meninggalkan warung bakso, sambil berkomentar kepada sang wanita yang masih sibuk mengomeli anaknya, dengan disaksikan banyak orang di mal tersebut.
"Sudahlah bu, namanya juga anak-anak, sebetulnya kan dia juga takut terpisah dari orangtuanya, sabar saja ya bu,” demikian sapa bu Rien yang didiamkan oleh si wanita yang tetap mencengkram tangan sang anak kemudian mereka pun berlalu dari situ.
Sungguh penampilan menawan dan wajah cantik karunia Allah, bila dihiasai akhlak yang buruk maka akan membuat aura cantik sang wanita hilang seketika, coba kita lihat wajah kita dicermin bila kita marah.
Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS: Yusuf [12] : 53)
Maret 19, 2011
Mawaddah “Unlimit Love”
Terinspirasi ketika belajar ushul fiqh bersama guru saya, pada waktu itu pembahasannya tentang qarinah, tapi kemudian guru saya sekilas bertanya, kecintaan seorang ibu kepada anaknya apakah al hubb atau mawaddah?
Kecintaan seorang suami kepada istrinya yang tetap setia bertahun-tahun hidup bersama, tanpa melihat fisik apakah al hubb atau mawaddah?
Kecintaan Rasulullah saw ketika mendakwahi umatnya yang susah diajak berpikir apakah al hubb atau mawaddah? Awalnya, saya fikir maknanya sama saja yaitu cinta, diantara dua kata yang berasal dari bahasa ‘arab tadi.
Ternyata salah, itulah kedalaman bahasa ‘arab memiliki makna luas dan bermakna. Al hubb dan mawaddah ternyata sangat jauh berbeda.
Al hubb adalah cinta yang memiliki batas waktu untuk mencintai sesuatu, apakah itu cinta kepada manusia atau benda. Dan mudah berpindah jika menemukan yang lebih besar manfaatnya bagi dia.
Al hubb bisa kita lihat faktanya saat ini, mencintai tanpa ada rasa tanggung jawab dan kotmitmen terhadap yang ia cintai.
Perceraian marak sekali terjadi, durhaka anak kepada ibunya, putusnya tali silahturahmi antara keluarga, saling bermusuhan antara tetangga satu dengan yang lain dll. Karena standarnya adalah cinta atas dasar maslahat sehingga berdampak akan mudah sekali hilang cintanya jika dia tidak menemukan mashlahat terhadap yang ia cintai.
Mawaddah adalah cinta yang unlimit atau tidak terbatas sampai kapanpun. Inilah kecintaan yang dimiliki oleh seorang ibu terhadap anaknya.
Cintanya seorang ibu akan hidup sampai kapanpun tidak terbatas tempat, waktu, dan usia anak.
Begitu juga cintanya sepasang suami istri yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun namun masih tetap cinta, masih tetap sayang, masih tetap akan merasa bahagia jika bersama, ada kerinduan yang besar ketika tidak bertemu walaupun usia sudah tua tapi rasa cinta seperti itu masih ada, walaupun dari fisik pasangannya mungkin sudah tidak enak dilihat lagi .
Pernah melihat? kakek nenek yang datang kepengajian, mereka sambil berpegangan tangan dan terlihat sangat bahagia padahal usia mereka sudah sangat tua dan mereka sudah hidup berpuluh-puluh tahun lamanya tapi seakan-akan mereka baru menikah kemarin-kemarin. Itulah cinta yang tidak ada batasnya.
Menarik kisah pada genarasi sahabat, kisah ini terjadi pada saat pemerintahan ‘Umar Amirul mukminin r.a. ada seorang arab badui yang akan mengadukan istrinya kepada ‘Umar karena istrinya telah mengeluarkan suara keras melebihi suaranya.
Iapun kemudian pergi ke rumah Amirul Mukminin ‘Umar bin Khatab r.a. dan ketika dia sampai di depan pintu rumah Amirul Mukminin dia mendengar langkah kaki ‘Umar yang hendak keluar dari rumahnya. Dia mendengar istri Amirul Mukminin berkata kepadanya dengan suara yang keras mengatakan: “bertaqwalah kepada Allah, wahai ‘Umar atas apa yang engkau pimpin!”
‘Umar hanya diam dan tidak berbicara sedikitpun, orang badui tersebut berbicara dalam hatinya seraya berpaling pergi: “Jika keadaan Amirul Mukminin saja seperti ini, maka bagaimana dengan diriku?” Ketika ia hendak berpaling pergi, ternyata ‘Umar bin khatab telah keluar dan melihatnya. ‘Umar bertanya apa keperluanmu?, wahai saudaraku orang Arab?”
Orang arab badui itupun menjawab: “Wahai Amirul Mukminin sebenarnya aku ingin menemuimu untuk mengadukan sikap istriku. Dia telah berani bersuara keras terhadap diriku. Namun seketika aku melihat keadaan rumahmu, aku menjadi merasa kerdil, karena apa yang engkau hadapi lebih sulit daripada apa yang aku hadapi. Oleh karena itu, aku hendak pulang dan berkata pada diriku sendiri: “Jika Amirul Mukminin saja mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya, maka bagaimana dengan diriku?”
‘Umar pun terseyum dan berkata: “Wahai saudaraku semuslim, aku menahan diri dari sikapnya (istriku) itu, karena dia memiliki hak-hak atas diriku. Aku berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya aku bisa saja menyakitinya (bersikap keras) dan memarahinya. Akan tetapi, aku sadar bahwa tidak ada yang dapat memuliakan wanita selain orang yang mulia dan tidak ada orang yang merendahkan selain orang yang suka menyakiti. Mereka dapat mengalahkan setiap orang yang mulia namun mereka dapat dikalahkan oleh setiap orang yang suka menyakiti. Akan tetapi, aku angat ingin menjadi orang yang mulia meski aku kalah (dari istriku), dan aku tidak ingin menjadi orang yang suka menyakiti meski aku termasuk orang yang menang.”
‘Umar melanjutkan : “Wahai saudaraku orang Arab, aku berusaha menahan diri karena dia istriku memiliki hak-hak atas diriku. Dialah yang memasak makanan untukku, membuatkan roti untukku, menyusui anak-anakku, dan mencuci baju-bajuku. Sebesar apa kesabaranku terhadap sikapnya, maka sebanyak itulah pahala yang aku terima.”
Saya membaca kisah yang penuh makna ini berkali-kalipun sangat terasa indah dan sejuk (halah..), bagaimana tidak?
Saya tidak tepikirkan, bagaimana perhatian negara Islam yang begitu besar untuk mengurusi umatnya termasuk masalah rumah tangga, luar biasa. Disisi lain, sikap seorang pemimpin besar semisal ‘Umar yang kalau kita ketahui sifat ‘Umar adalah keras dan kasar, tapi bisa menahan diri dari bersikap kasar dan lebih memilih bersikap lembut kepada istrinya yang beliau cintai. Itulah cinta mawaddah ‘Umar kepada istrinya.
Kalau saya melihat sekarang, seperti pekejaan rumah tangga pastinya istri manapun ada saatnya untuk berkeluh kesah, setiap hari kerjaan utamanya adalah masak, mengusrus anak, cuci baju suami dan anak-anaknya, beres-beres rumah, mendidik anak, memantau anak, ini itu setiap hari dan memang seperti itu kerjaan utama seorang istri.
Kalau ukurannya hanya sekedar cinta (al hubb) saya yakin istri tersebut akan setiap hari ngomel kepada suaminya untuk minta pembantu, atau mungkin bisa kabur (terlalu mendramatisir..) ,tapi isrti yang cinta kepada keluarga atas landasan iman dan kecintaannya adalah mawaddah semuanya akan ditangkis dengan kalimat, “Itulah jihad saya dan Allah ‘azza wa jalla akan memberikan surga kepada seorang istri yang baik dalam pengurusan rumah tangganya”
Saya jadi teringat kisah fathimah binti muhammad r.a. yang mengadu kepada ayahnya sebagai pemimpin negara islam agar diberikan seorang pembantu untuk membantu pekerjaan rumah tangganya, kemudian salah satu nasehat yang Rasulullah saw berikan kepada fathimah adalah :
Nabi berkata kepada puterinya, Fathimah:
“Kalau Allah menghendaki wahai Fathimah, tentu lumpang itu akan menggilingkan gandum untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki agar ditulis beberapa kebaikan untukmu, menghapuskan keburukan-keburukan serta hendak mengangkat derajatmu
wahai Fathimah, barangsiapa perempuan yang menumbukkan (gandum) untuk suami dan anak-anaknya, pasti Allah akan menuliskan untuknya setiap satu biji, satu kebaikan serta menghapuskan darinya setiap satu biji satu keburukan. Dan bahkan Allah akan mengangkat derajatnya.
Wahai Fathimah, barang siapa perempuan berkeringat manakala menumbuk (gandum) untuk suamiya. Tentu Allah akan menjadikan antara dia dan neraka tujuh khonadiq (lubang yang panjang).
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mau meminyaki kemudian menyisir anak-anaknya serta memandikan mereka, maka Allah akan menuliskan pahala untuknya dari memberi makan seribu orang lapar dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menghalangi (tidak mau membantu) hajat tetangganya, maka Allah akan menghalanginya minum dari telaga “Kautsar” kelak di hari Kiamat.
Wahai Fathimah, lebih utama dari itu adalah kerelaan suami terhadap istrinya. Kalau saja suamimu tidak rela terhadap engkau, maka aku tidak mau berdo’a untukmu. Apakah engkau belum mengerti wahai Fathimah, sesungguhnya kerelaan suami adalah perlambang kerelaan Allah sedang kemarahannya pertanda kemurkaan-Nya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mengandung janin dalam perutnya, maka sesungguhnya malaikat-malaikat telah memohonkan ampun untuknya, dan Allah menuliskan untuknya setiap hari seribu kebaikan serta menghapuskan darinya seribu keburukan. Manakala dia menyambutnya dengan senyum, maka Allah akan menuliskan untuknya pahala para pejuang. Dan ketika dia telah melahirkan kandungannya, maka berarti dia ke luar dari dosanya bagaikan di hari dia lahir dari perut ibunya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan berbakti kepada suaminya dengan niat yang tulus murni, maka dia telah keluar dari dosa-dosanya bagaikan di hari ketika dia lahir dari perut ibunya, tidak akan keluar dari dunia dengan membawa dosa, serta dia dapati kuburnya sebagai taman diantara taman-taman surga. Bahkan dia hendak diberi pahala seribu orang haji dan seribu orang umrah dan seribu malaikat memohonkan ampun untuknya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa orang perempuan berbakti kepada suaminya sehari semalam dengan hati lega dan penuh ikhlas serta niat lurus, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan kepadanya pakaian hijau (dari surga) kelak di hari Kiamat, serta menuliskan untuknya setiap sehelai rambut pada badannya seribu kebaikan, dan Allah akan memberinya (pahala) seratus haji dan umrah.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan bermuka manis di depan suaminya, tentu Allah akan memandanginya dengan pandangan’rahmat’.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menyelimuti suaminya dengan hati yang lega, maka ada Pemanggil dari langit memanggilnya”mohonlah agar diterima amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang belum lewat”.
Wahai Fathimah, setiap perempuan yang mau meminyaki rambut dan jenggot suaminya, mencukur kumis dan memotongi kukunya, maka Allah akan meminuminya dari ‘rahiqil makhtum dan sungai surga, memudahkannya ketika mengalami sakaratil maut, juga dia hendak mendapati kuburnya bagaikan taman dari pertamanan surga, serta Allah menulisnya bebas dari neraka serta lulus melewati shirat”.
Semoga kecintaan kita selalu dilandasi keimanan kepada Allah ‘azza wa jalla.[]
Wallahua’lam bi ash shawab
Shinta mardhiah alhimjarry
Guru HSG el Dina Bandung
Kecintaan seorang suami kepada istrinya yang tetap setia bertahun-tahun hidup bersama, tanpa melihat fisik apakah al hubb atau mawaddah?
Kecintaan Rasulullah saw ketika mendakwahi umatnya yang susah diajak berpikir apakah al hubb atau mawaddah? Awalnya, saya fikir maknanya sama saja yaitu cinta, diantara dua kata yang berasal dari bahasa ‘arab tadi.
Ternyata salah, itulah kedalaman bahasa ‘arab memiliki makna luas dan bermakna. Al hubb dan mawaddah ternyata sangat jauh berbeda.
Al hubb adalah cinta yang memiliki batas waktu untuk mencintai sesuatu, apakah itu cinta kepada manusia atau benda. Dan mudah berpindah jika menemukan yang lebih besar manfaatnya bagi dia.
Al hubb bisa kita lihat faktanya saat ini, mencintai tanpa ada rasa tanggung jawab dan kotmitmen terhadap yang ia cintai.
Perceraian marak sekali terjadi, durhaka anak kepada ibunya, putusnya tali silahturahmi antara keluarga, saling bermusuhan antara tetangga satu dengan yang lain dll. Karena standarnya adalah cinta atas dasar maslahat sehingga berdampak akan mudah sekali hilang cintanya jika dia tidak menemukan mashlahat terhadap yang ia cintai.
Mawaddah adalah cinta yang unlimit atau tidak terbatas sampai kapanpun. Inilah kecintaan yang dimiliki oleh seorang ibu terhadap anaknya.
Cintanya seorang ibu akan hidup sampai kapanpun tidak terbatas tempat, waktu, dan usia anak.
Begitu juga cintanya sepasang suami istri yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun namun masih tetap cinta, masih tetap sayang, masih tetap akan merasa bahagia jika bersama, ada kerinduan yang besar ketika tidak bertemu walaupun usia sudah tua tapi rasa cinta seperti itu masih ada, walaupun dari fisik pasangannya mungkin sudah tidak enak dilihat lagi .
Pernah melihat? kakek nenek yang datang kepengajian, mereka sambil berpegangan tangan dan terlihat sangat bahagia padahal usia mereka sudah sangat tua dan mereka sudah hidup berpuluh-puluh tahun lamanya tapi seakan-akan mereka baru menikah kemarin-kemarin. Itulah cinta yang tidak ada batasnya.
Menarik kisah pada genarasi sahabat, kisah ini terjadi pada saat pemerintahan ‘Umar Amirul mukminin r.a. ada seorang arab badui yang akan mengadukan istrinya kepada ‘Umar karena istrinya telah mengeluarkan suara keras melebihi suaranya.
Iapun kemudian pergi ke rumah Amirul Mukminin ‘Umar bin Khatab r.a. dan ketika dia sampai di depan pintu rumah Amirul Mukminin dia mendengar langkah kaki ‘Umar yang hendak keluar dari rumahnya. Dia mendengar istri Amirul Mukminin berkata kepadanya dengan suara yang keras mengatakan: “bertaqwalah kepada Allah, wahai ‘Umar atas apa yang engkau pimpin!”
‘Umar hanya diam dan tidak berbicara sedikitpun, orang badui tersebut berbicara dalam hatinya seraya berpaling pergi: “Jika keadaan Amirul Mukminin saja seperti ini, maka bagaimana dengan diriku?” Ketika ia hendak berpaling pergi, ternyata ‘Umar bin khatab telah keluar dan melihatnya. ‘Umar bertanya apa keperluanmu?, wahai saudaraku orang Arab?”
Orang arab badui itupun menjawab: “Wahai Amirul Mukminin sebenarnya aku ingin menemuimu untuk mengadukan sikap istriku. Dia telah berani bersuara keras terhadap diriku. Namun seketika aku melihat keadaan rumahmu, aku menjadi merasa kerdil, karena apa yang engkau hadapi lebih sulit daripada apa yang aku hadapi. Oleh karena itu, aku hendak pulang dan berkata pada diriku sendiri: “Jika Amirul Mukminin saja mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya, maka bagaimana dengan diriku?”
‘Umar pun terseyum dan berkata: “Wahai saudaraku semuslim, aku menahan diri dari sikapnya (istriku) itu, karena dia memiliki hak-hak atas diriku. Aku berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya aku bisa saja menyakitinya (bersikap keras) dan memarahinya. Akan tetapi, aku sadar bahwa tidak ada yang dapat memuliakan wanita selain orang yang mulia dan tidak ada orang yang merendahkan selain orang yang suka menyakiti. Mereka dapat mengalahkan setiap orang yang mulia namun mereka dapat dikalahkan oleh setiap orang yang suka menyakiti. Akan tetapi, aku angat ingin menjadi orang yang mulia meski aku kalah (dari istriku), dan aku tidak ingin menjadi orang yang suka menyakiti meski aku termasuk orang yang menang.”
‘Umar melanjutkan : “Wahai saudaraku orang Arab, aku berusaha menahan diri karena dia istriku memiliki hak-hak atas diriku. Dialah yang memasak makanan untukku, membuatkan roti untukku, menyusui anak-anakku, dan mencuci baju-bajuku. Sebesar apa kesabaranku terhadap sikapnya, maka sebanyak itulah pahala yang aku terima.”
Saya membaca kisah yang penuh makna ini berkali-kalipun sangat terasa indah dan sejuk (halah..), bagaimana tidak?
Saya tidak tepikirkan, bagaimana perhatian negara Islam yang begitu besar untuk mengurusi umatnya termasuk masalah rumah tangga, luar biasa. Disisi lain, sikap seorang pemimpin besar semisal ‘Umar yang kalau kita ketahui sifat ‘Umar adalah keras dan kasar, tapi bisa menahan diri dari bersikap kasar dan lebih memilih bersikap lembut kepada istrinya yang beliau cintai. Itulah cinta mawaddah ‘Umar kepada istrinya.
Kalau saya melihat sekarang, seperti pekejaan rumah tangga pastinya istri manapun ada saatnya untuk berkeluh kesah, setiap hari kerjaan utamanya adalah masak, mengusrus anak, cuci baju suami dan anak-anaknya, beres-beres rumah, mendidik anak, memantau anak, ini itu setiap hari dan memang seperti itu kerjaan utama seorang istri.
Kalau ukurannya hanya sekedar cinta (al hubb) saya yakin istri tersebut akan setiap hari ngomel kepada suaminya untuk minta pembantu, atau mungkin bisa kabur (terlalu mendramatisir..) ,tapi isrti yang cinta kepada keluarga atas landasan iman dan kecintaannya adalah mawaddah semuanya akan ditangkis dengan kalimat, “Itulah jihad saya dan Allah ‘azza wa jalla akan memberikan surga kepada seorang istri yang baik dalam pengurusan rumah tangganya”
Saya jadi teringat kisah fathimah binti muhammad r.a. yang mengadu kepada ayahnya sebagai pemimpin negara islam agar diberikan seorang pembantu untuk membantu pekerjaan rumah tangganya, kemudian salah satu nasehat yang Rasulullah saw berikan kepada fathimah adalah :
Nabi berkata kepada puterinya, Fathimah:
“Kalau Allah menghendaki wahai Fathimah, tentu lumpang itu akan menggilingkan gandum untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki agar ditulis beberapa kebaikan untukmu, menghapuskan keburukan-keburukan serta hendak mengangkat derajatmu
wahai Fathimah, barangsiapa perempuan yang menumbukkan (gandum) untuk suami dan anak-anaknya, pasti Allah akan menuliskan untuknya setiap satu biji, satu kebaikan serta menghapuskan darinya setiap satu biji satu keburukan. Dan bahkan Allah akan mengangkat derajatnya.
Wahai Fathimah, barang siapa perempuan berkeringat manakala menumbuk (gandum) untuk suamiya. Tentu Allah akan menjadikan antara dia dan neraka tujuh khonadiq (lubang yang panjang).
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mau meminyaki kemudian menyisir anak-anaknya serta memandikan mereka, maka Allah akan menuliskan pahala untuknya dari memberi makan seribu orang lapar dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menghalangi (tidak mau membantu) hajat tetangganya, maka Allah akan menghalanginya minum dari telaga “Kautsar” kelak di hari Kiamat.
Wahai Fathimah, lebih utama dari itu adalah kerelaan suami terhadap istrinya. Kalau saja suamimu tidak rela terhadap engkau, maka aku tidak mau berdo’a untukmu. Apakah engkau belum mengerti wahai Fathimah, sesungguhnya kerelaan suami adalah perlambang kerelaan Allah sedang kemarahannya pertanda kemurkaan-Nya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mengandung janin dalam perutnya, maka sesungguhnya malaikat-malaikat telah memohonkan ampun untuknya, dan Allah menuliskan untuknya setiap hari seribu kebaikan serta menghapuskan darinya seribu keburukan. Manakala dia menyambutnya dengan senyum, maka Allah akan menuliskan untuknya pahala para pejuang. Dan ketika dia telah melahirkan kandungannya, maka berarti dia ke luar dari dosanya bagaikan di hari dia lahir dari perut ibunya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan berbakti kepada suaminya dengan niat yang tulus murni, maka dia telah keluar dari dosa-dosanya bagaikan di hari ketika dia lahir dari perut ibunya, tidak akan keluar dari dunia dengan membawa dosa, serta dia dapati kuburnya sebagai taman diantara taman-taman surga. Bahkan dia hendak diberi pahala seribu orang haji dan seribu orang umrah dan seribu malaikat memohonkan ampun untuknya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa orang perempuan berbakti kepada suaminya sehari semalam dengan hati lega dan penuh ikhlas serta niat lurus, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan kepadanya pakaian hijau (dari surga) kelak di hari Kiamat, serta menuliskan untuknya setiap sehelai rambut pada badannya seribu kebaikan, dan Allah akan memberinya (pahala) seratus haji dan umrah.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan bermuka manis di depan suaminya, tentu Allah akan memandanginya dengan pandangan’rahmat’.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menyelimuti suaminya dengan hati yang lega, maka ada Pemanggil dari langit memanggilnya”mohonlah agar diterima amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang belum lewat”.
Wahai Fathimah, setiap perempuan yang mau meminyaki rambut dan jenggot suaminya, mencukur kumis dan memotongi kukunya, maka Allah akan meminuminya dari ‘rahiqil makhtum dan sungai surga, memudahkannya ketika mengalami sakaratil maut, juga dia hendak mendapati kuburnya bagaikan taman dari pertamanan surga, serta Allah menulisnya bebas dari neraka serta lulus melewati shirat”.
Semoga kecintaan kita selalu dilandasi keimanan kepada Allah ‘azza wa jalla.[]
Wallahua’lam bi ash shawab
Shinta mardhiah alhimjarry
Guru HSG el Dina Bandung
Buah Keikhlasan
Raut wajah itu berseri-seri, memancarkan kepuasan yang luar biasa. Betapa tidak. Ia baru saja menambah saldo deposit akhiratnya. ketika seorang ibu dan anaknya yang nampak masih sangat lugu dan lucu menaiki bus tujuan pasar Minggu. tapi, sang anak terus saja merengek, entah kenapa? mungkin rasa kantukmenyerangnya. atau merasa lelah menunggu bus di halte. Memang segalanya terasa lelah di tengah kebisingan kendaraan yang memekakkan pendengaran.Dipadu polusi udara panas, pekat kehitaman menyesakkan pernapasan. Apapun penyebabnya, masalah ini harus diatasi.
"Bu, duduk di sini aja," saya menawarkan kursiku. kebetulan kursi di sampingku masih kosong. cukuplah untuk mereka berdua. Kasihan, jika sang Ibu harus menanggung berat beban sang anak di pangkuannya.
"Oh!Terimakasih, dek. adek gak duduk? kan yang satunya masih kosong," katanya dengan nada agak lemas. nampak jelas kelelahan terukir diwajahnya.
"Gak apa-apa, Bu, saya berdiri aja, kasihan siAdek nangis terus," kataku sekali lagi mempersilahkan.
"Makasih banyak ya dek, makasih banyak."
"Iya, Bu.sama-sama."
Akhirnya iramatangis anak yang lucu itu reda juga. Tiba-tiba, ada satu energi yang luar biasa masuk, menyusupi relung jiwa ini, mengalir bersama aliran darah sampai ke ubun. Energi ketenangan dan kebahagiaan. Tak terasa, buliran air mata bening mengalir sendiri melalui ujung kelopak mata. Ya Allah! inikah satu dari sekian nikmat yang Engkau janjikan kepada hamba-Mu yang mukhlish? Semoga hamba termasuk di dalamnya.
Sungguh luar biasa besarnya nikmat kebahagiaan dan ketenangan jiwa itu. Materi berjuta milyar pun tak akan sanggup membelinya. Banyak orang yang berlimpah harta. Tapi, jiwanya tidak tenang, apalagi bahagia. Kering. walaupun ia sibuk menginfakkan hartanya atas nama sosial atau amal. Tapi, jauh di lubuk hatinya yang dalam, ada secuil harapan agar dipuja-puji orang. ingin disanjung, namanya disebut di berbagai majelis perkumpulan. latah memang. Padahal Allah Subhanahu Wata'ala sangat benci segala bentuk riya, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya hanguslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi," (QS. Az-Aumar: 65).
Saya jadi teringat kisah tiga orang Mukhlisin dari ummat dahulu yang masuk dalam goa. Tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dari atas gunung tepat menutupi mulut goa tersebut. Maka berkatalah salah satu dari mereka, "Kita tak akan keluar dari goa ini, kecuali kita berdoa kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan amal shaleh yang pernah kita kerjakan dengan ikhlas mengharap ridho-Nya." Maka, satu persatu pun berdoa. Akhirnya batu penutup goa itu bergesersedikit demi sedikit hingga memungkinkan mereka keluar dengan selamat.
Renungkanlah! Bagaimana Allah Subhanahu Wata'alamengangkat mereka dari musibah itu? Mereka bertawassul kepada-Nya dengan amal shaleh mereka. Tentunya amal shaleh yang ikhlas mengharapa ridho-Nya semata. Memang hal itu sangat dianjurkan. Bahkan menjadi salah satu syarat utama dikabulkannya doa dan dzikir seorang hamba. Imam Mujahid. Ahli tafsir dari kalangan Tabi'in mengatakan, "Amal shalehlah yang mengangkat perkataan-perkataan yang baik ke sisi Allah Subhanahu Wata'ala."
Kisah Seorang Nabi, bernama Yusuf 'Alaihissalam, diabadikan oleh Allah Subhanahu Wata'ala dalam kitabullah. Bagaimana Nabi Allah tersebut bisa melewati berbagai macam rintangan dan cobaan yang dihadapinya? Jawabannya, tentu karena Beliau termasuk hamba Allah yang mukhlis.
Dalam satu kesempatan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjelaskan salah satu sebab ditolaknya doa seorang hamba. Yaitu, "Berdoalah kalian kepada Allah, dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkannya, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai." (Silsilah Ahaditsul Shahiha. No. 594).
Doa orang yang hatinya lalai tak akan dikabulkan. sedangkan orang yang didzholimi, akan senantiasa berdoa dengan khusyu dan ikhlas. Begitupun orang yang kesulitan, terhimpit problematika. Doanya senantiasa didengar oleh Allah Subhanahu Wata'ala karena keikhlasannya dalam berdoa, "Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya." (QS. An-Nahl:62).
Seseorang yang betul-betul ikhlas tak akan menghiraukan pandangan manusia atas dirinya. Ia hanya bekerja dan beramal karena-Nya. Ia menyerahkan segalanya kepada Rabbul 'Izzati. Ia tak ingin pujian dari manusia. Tak ingin berbesar hati dalam pandangan orang-orang yang ikhlas. Ia hanya berharap buah yang harum dari-Nya. Wallahu a’lam bish-showab.
taken from, eramuslim.com
Pasar Minggu, 18 Desember 2006 (laatahzan_84@yahoo.com)
"Bu, duduk di sini aja," saya menawarkan kursiku. kebetulan kursi di sampingku masih kosong. cukuplah untuk mereka berdua. Kasihan, jika sang Ibu harus menanggung berat beban sang anak di pangkuannya.
"Oh!Terimakasih, dek. adek gak duduk? kan yang satunya masih kosong," katanya dengan nada agak lemas. nampak jelas kelelahan terukir diwajahnya.
"Gak apa-apa, Bu, saya berdiri aja, kasihan siAdek nangis terus," kataku sekali lagi mempersilahkan.
"Makasih banyak ya dek, makasih banyak."
"Iya, Bu.sama-sama."
Akhirnya iramatangis anak yang lucu itu reda juga. Tiba-tiba, ada satu energi yang luar biasa masuk, menyusupi relung jiwa ini, mengalir bersama aliran darah sampai ke ubun. Energi ketenangan dan kebahagiaan. Tak terasa, buliran air mata bening mengalir sendiri melalui ujung kelopak mata. Ya Allah! inikah satu dari sekian nikmat yang Engkau janjikan kepada hamba-Mu yang mukhlish? Semoga hamba termasuk di dalamnya.
Sungguh luar biasa besarnya nikmat kebahagiaan dan ketenangan jiwa itu. Materi berjuta milyar pun tak akan sanggup membelinya. Banyak orang yang berlimpah harta. Tapi, jiwanya tidak tenang, apalagi bahagia. Kering. walaupun ia sibuk menginfakkan hartanya atas nama sosial atau amal. Tapi, jauh di lubuk hatinya yang dalam, ada secuil harapan agar dipuja-puji orang. ingin disanjung, namanya disebut di berbagai majelis perkumpulan. latah memang. Padahal Allah Subhanahu Wata'ala sangat benci segala bentuk riya, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya hanguslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi," (QS. Az-Aumar: 65).
Saya jadi teringat kisah tiga orang Mukhlisin dari ummat dahulu yang masuk dalam goa. Tiba-tiba sebongkah batu besar jatuh dari atas gunung tepat menutupi mulut goa tersebut. Maka berkatalah salah satu dari mereka, "Kita tak akan keluar dari goa ini, kecuali kita berdoa kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan amal shaleh yang pernah kita kerjakan dengan ikhlas mengharap ridho-Nya." Maka, satu persatu pun berdoa. Akhirnya batu penutup goa itu bergesersedikit demi sedikit hingga memungkinkan mereka keluar dengan selamat.
Renungkanlah! Bagaimana Allah Subhanahu Wata'alamengangkat mereka dari musibah itu? Mereka bertawassul kepada-Nya dengan amal shaleh mereka. Tentunya amal shaleh yang ikhlas mengharapa ridho-Nya semata. Memang hal itu sangat dianjurkan. Bahkan menjadi salah satu syarat utama dikabulkannya doa dan dzikir seorang hamba. Imam Mujahid. Ahli tafsir dari kalangan Tabi'in mengatakan, "Amal shalehlah yang mengangkat perkataan-perkataan yang baik ke sisi Allah Subhanahu Wata'ala."
Kisah Seorang Nabi, bernama Yusuf 'Alaihissalam, diabadikan oleh Allah Subhanahu Wata'ala dalam kitabullah. Bagaimana Nabi Allah tersebut bisa melewati berbagai macam rintangan dan cobaan yang dihadapinya? Jawabannya, tentu karena Beliau termasuk hamba Allah yang mukhlis.
Dalam satu kesempatan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjelaskan salah satu sebab ditolaknya doa seorang hamba. Yaitu, "Berdoalah kalian kepada Allah, dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkannya, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai." (Silsilah Ahaditsul Shahiha. No. 594).
Doa orang yang hatinya lalai tak akan dikabulkan. sedangkan orang yang didzholimi, akan senantiasa berdoa dengan khusyu dan ikhlas. Begitupun orang yang kesulitan, terhimpit problematika. Doanya senantiasa didengar oleh Allah Subhanahu Wata'ala karena keikhlasannya dalam berdoa, "Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya." (QS. An-Nahl:62).
Seseorang yang betul-betul ikhlas tak akan menghiraukan pandangan manusia atas dirinya. Ia hanya bekerja dan beramal karena-Nya. Ia menyerahkan segalanya kepada Rabbul 'Izzati. Ia tak ingin pujian dari manusia. Tak ingin berbesar hati dalam pandangan orang-orang yang ikhlas. Ia hanya berharap buah yang harum dari-Nya. Wallahu a’lam bish-showab.
taken from, eramuslim.com
Pasar Minggu, 18 Desember 2006 (laatahzan_84@yahoo.com)
November 19, 2010
Bukan Sembarang Istri
Karya : Meti Herawati |
tentang-pernikahan.com - Ketika kita sudah berikrar menjadi sepasang suami istri berarti kita pun siap hidup bersama dalam suka dan duka, mendampingi suami hingga akhir hayat. Komitmen seperti itu bukanlah hal sulit bagi sebagian perempuan, apa sih susahnya hidup bersama dengan orang yang dicintai. Tapi jangan salah ada sebagian perempuan yang menghadapi dilema untuk mewujudkan komitmennya yang satu ini. Terutama bagi para perempuan yang punya karier di luar rumah, ketika suatu saat suaminya pindah tugas ke luar kota atau harus melanjutkan study ke luar negeri. Mereka dihadapkan pada pilihan berat ikut suami atau tetap tinggal dengan pekerjaannya. Melepas suami seorang diri jauh-jauh dari keluarga bukanlah kondisi yang menenangkan, dan sebaliknya melepas pekerjaan begitu saja, padahal sudah diraih dengan susah payah adalah hal yang sangat berat. Begitulah hidup penuh dengan pilihan. Setiap pilihan yang kita ambil menghadirkan konsekwensi yang harus kita hadapi. Hanya orang-orang bijak yang menentukan pilihan yang arif dan maslahat bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang disekitarnya. Dan saya bertemu dengan orang-orang bijak ini ketika merantau bersama suami ke negeri jiran. Saya banyak bertemu dengan para istri yang setia mendampingi suaminya belajar. Tidak sedikit diantara para istri ini yang rela meninggalkan pekerjaannya di tanah air. Yang membuat saya kagum pekerjaanya bukanlah pekerjaan yang mudah diraih. Ada yang bekerja sebagai dokter umum di RS swasta yang cukup terkenal di Jakarta, ada juga yang bekerja sebagai sekretaris perusahaan besar, ada juga yang berprofesi sebagai dosen bahkan ada manager di perusahaan besar. Subhanallah, sungguh pengorbanan yang luar biasa dalam pandangan saya. Saya yakin para istri ini memilih meninggalkan pekerjaan bukanlah hal yang mudah, apalagi disini mereka harus kehilangan penghasilan dan rutinitas yang sudah bertahun-tahun dijalani. Tapi mereka sudah menentukan pilihan yang suatu hari nanti akan menghasilkan buah yang tidak ternilai. Mungkin sekarang para istri ini kehilangan penghasilan dan status sebagai wanita karier, tapi kebersamaan dengan keluarga, suami dan anak-anak tidak bisa diukur oleh materi. Mereka sedang memberikan pupuk kehidupan yang sehat untuk buah hatinya, sebagai bekal untuk mengarungi samudra kehidupan. Pengorbanan para istri ini tidak berhenti sampai disitu, di medan perjuangan ini mereka dihadapkan pada kondisi yang sulit. Biaya hidup sangat tinggi sedangkan beasiswa yang diterima sangat kecil. Bahkan ada yang mengalami beasiswanya habis, Inalillahi. Dalam kondisi seperti inilah para istri tangguh ini tampil. Ada yang mengambil pekerjaan sebagai pengasuh anak, membantu pekerjaan rumah (alias pembantu sambilan), membuat kue untuk dijual di kantin-kantin, berjualan pakaian, penjaga kedai (walaupun harus siap ditangkap). Pekerjaan kecil inilah yang menopang ekonomi keluarga hingga anak-anak bisa terus sekolah, dapur tetap ngebul dan suami bisa menyelesaikan studinya. Sungguh pengorbanan yang luar biasa bukan, sehingga layak menyandang gelar “Bukan sembarang istri â€. Tidak semua perempuan mampu mengambil langkah seperti mereka, banyak para istri yang lebih memilih karier sendiri dibanding harus mendampingi suaminya. Sungguh beruntung suaminya bisa bersanding dengan istri seperti ini. Mau berkorban apa saja untuk kesuksesan suaminya, semoga suami senantiasa mengingat pengorbanan istrinya. Bahwa dalam kesuksesan yang diraihnya ada tetes peluh dan senandung do’a istrinya. Dan hanya Allah saja yang bisa membalas kebaikan para istri ini, Semoga Allah memudahkan urusan kita di dunia dan di akherat, Amin….. |
Do'a Dikala Ragu Akan Dirinya
tentang-pernikahan.com - Bagi yang sedang bimbang oleh sang kekasih, nih ada do'a yang bagus untuk diamalkan. Selamat Mengamalkan ya....:) Ya Allah... Seandainya telah Engkau catatkan dia akan mejadi teman menapaki hidup Satukanlah hatinya dengan hatiku Titipkanlah kebahagiaan diantara kami Agar kemesraan itu abadi Dan ya Allah... ya Tuhanku yang Maha Mengasihi Seiringkanlah kami melayari hidup ini Ke tepian yang sejahtera dan abadi Tetapi ya Allah... Seandainya telah Engkau takdirkan... ...Dia bukan milikku Bawalah ia jauh dari pandanganku Luputkanlah ia dari ingatanku Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku Dan peliharalah aku dari kekecewaan Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti... Berikanlah aku kekuatan Melontar bayangannya jauh ke dada langit Hilang bersama senja nan merah Agarku bisa berbahagia walaupun tanpa bersama dengannya… Dan ya Allah yang tercinta... Gantikanlah yang telah hilang Tumbuhkanlah kembali yang telah patah Walaupun tidak sama dengan dirinya.... Ya Allah ya Tuhanku... Pasrahkanlah aku dengan takdirMu Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan Adalah yang terbaik untukku Karena Engkau Maha Mengetahui Segala yang terbaik buat hambaMu ini Ya Allah... Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku Di dunia dan di akhirat Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini ---------------------------------------- Jangan Engkau biarkan aku sendirian Di dunia ini maupun di akhirat ---------------------------------------- Menjuruskan aku ke arah kemaksiatan dan kemungkaran Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman Supaya aku dan dia dapat membina kesejahteraan hidup Ke jalan yang Engkau ridhai Dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh Amin... Ya Rabbal 'Alamin Sri~Haryati Ingat saja prinsip sepakbola. Jangan menyerah walau kelihatannya tidak ada harapan. (Morris Gleitzman dari Buku Boy Overboard) |
Cintaku Di Segala Sisi
Karya : Halimah Taslima |
tentang-pernikahan.com - Kebiasaan kita, khususnya aku, akan timbul rasa suka atau simpati karena seseorang mempunyai sisi baik. Sisi baik yang menyenangkan rasa, membuatku bisa bersyukur berjumpa pada seseorang. Misalnya istriku saat ini. Cinta tumbuh dan berkembang karena melihat karakternya yang lembut dan bersahaja, dan gampang menolong orang lain yang kesusahan. Akhirnya aku pun bertekat untuk mempersuntingnya untuk jadi pendamping hidupku. Membayangkan sebuah rumah tangga yang penuh saling perhatian dan tentu saja cinta yang menjadi pilar kekokohan persatuan kami. Itu lah impianku. Tapi, impian tidak lah memang harus sama dengan kenyataan. Ternyata banyak hal yang belum aku ketahui tentang istriku ini. Sisi baik yang membuatku terpikat pada awalnya, ternyata bagaikan satu buah sisi mata uang receh. Ternyata dia pun punya sisi yang lainnya, yang tak pernah aku bayangkan. Satu dua hari pernikahan kami, aku pun kembali pulang ke orang tuaku. Tak kuat dengan apa yang belum di bukakannya kepadaku. Ternyata dia adalah janda kembang di kampungnya. Aku tak tahu, karena tak ada sedikit pun informasi darinya atau pun dari pihak lain. Bukan aku mempermasalahkan tentang statusnya yang janda, tapi yang sangat aku sayangkan setelah ijab kabul di lakukan baru lah aku tahu, siapa sebenarnya istriku tersebut. Pengantin baru seharusnya adalah masa indah yang patut di kenang, ternyata aku harus bergulat dengan egoisme tentang harga diri seorang laki-laki yang merasa di bohongi. Sakit, itulah yang aku rasakan. Beruntung aku mempunyai kedua orang tua yang berpandangan luas tentang hidup. Beliau mengatakan bahwa ini adalah takdir yang harus aku jalani dalam hdiupku. Memang ini cobaan ku, karena aku terlahir dengan sifat yang sangat penyabar. Ternyata memang Allah memberikan ujian sesuai dengan tingkatan iman kita. Mereka tak ingin aku menceraikan istriku dengan alasan apapun. Aku pun patuh pada nasehat mereka. Setelah mulai membuka diri untuk berdamai dengan hati, maka aku pun berusaha untuk belajar menerima istriku dengan status yang di sembunyikannya tersebut. Tapi ternyata itu adalah awal dari sifat yang lainnya, yang tak pernah aku temui selama ini. Ternyata perangai terhadap kedua orangtuanya berbanding terbalik dengan diriku. Aku yang tak pernah bersuara keras apalagi membentak kedua orangtuaku, ternyata istriku malah sebaliknya. Aku pun terhenyak kembali. Belum lagi lidahnya setajam silet, yang gampang sekali mengeluarkan kata yang dapat melukai seseorang seumur hidupnya. Aku sangat terpukul. Ternyata yang nampak di mataku sebuah kebaikan, ternyata di iringi dengan banyak kemungkaran yang tak pernah terbayangkan. Istri yang aku kawini karena aku sangat mencintainya, ternyata adalah sebuah ujian untuk aku jalani seumur hidupku hingga kini. Ujian yang tak mungkin aku lepas, karena aku telah berjanji kepada kedua orang tuaku untuk tidak akan pernah menceraikannya sampai ajal merengut nyawaku. Sebuah pertahanan yang sangat kuat harus aku tanamkan, kemana aku harus bersandar bila aku tidak memulangkannya kepada penentu “Takdirâ€ku, Ilahi Robbi. Setelah beberapa tahun perkawinan kami, hingga dikarunia dua anak yang lahirnya berdekatan, aku dan istriku masih sering kali bertengkar sengit dan kadang membuat anak-anak kami ketakutan. Aku yang tadinya bukan lah tipe pemarah dan gampang mengeluarkan kata makian, ternyata beberapa tahun bersama istriku aku telah berubah menjadi seseorang yang sebenarnya tidak aku sukai. Aku bukan lah aku yang dulu, yang selalu takut melukai lawan bicaraku. Ternyata istriku dengan tabiatnya yang banyak di luar perkiraanku, mengubahku menjadi seorang pemarah dan pemaki. Walau pun itu hanya aku lakukan padanya. Tapi sungguh aku sering menangis, di kala istriku tidur. Dan munajat panjang ku di malam dingin, seringkali membuatku terpekur. “Mengapa aku jadi begini?â€. Banyak do’a yang telah keluar dari bibir ini. Banyak ustadz yang aku datangi untuk merubah prilaku istriku, ternyata semuanya tidak ada kelihatan hasilnya. Istriku masih dengan sifat bawaannya, padahal dia rajin shalat. Aku sangat kecewa dan hampir putus asa. Kemudian Allah memberikan hidayah ke dalam hatiku. Rasa ku yang dulunya kelam, ternyata dapat menangkap cahaya Ilahi. Cahaya yang membuatku dapat melihat apa yang sesungguhnya ada di hadapanku kini. Padahal kedua orangtua ku dulunya sebelum meninggal telah menyampaikannya, tapi ternyata setelah perkawinan kami menginjak dua belas tahun aku dapat memahami semua kejadian ini. Cintaku ada karena melihat perangai baiknya, sebelum aku mempersuntingnya. Ternyata dalam cinta yang kita genggam bukan hanya harus memiliki satu sisi. Sisi buruk apa pun yang di miliki pasangan kita adalah sebuah anugerah bagi kita. Kita harus mampu menerima keburukan, sebagaimana kita menerima kebaikannya. Cinta kepada sesuatu tidak harus banyak menuntut, tapi bagaimana sesuatu yang tidak menyenangkan mata dan hati, dapat kita ambil untuk di pelajari kemudian untuk di petik hikmahnya. Seperti bagaiaimana kuatnya kemauan Rasulullah Saw untuk meng-Islamkan pamannya Abu Thalib, ternyata beliau tak mampu. Begitu pula aku yang hanya manusia biasa. Istriku hingga kini adalah tempatku belajar untuk sabar dan berusaha memahami bagaimana sifat dan karakternya saat ini. Dia tidak terlalu bersalah, akrena aku menyadari itu adalah hasil didikan dari lingkungannya, baik dari kedua orang tuanya maupun dari keluarga besarnya. Jadi di umur yang tidak bisa dikatakan muda lagi dan kedua anak kami yang telah menyelesaikan pendidikannya, membuatku lebih tenang dalam mengisi sisa-sisa hidupku ini. Aku merasakan sebuah ketenangan dan penerimaan total atas semua dua sisi sifat istriku yang aku cintai itu dengan sangat sadar. Sadar bahwa memang hidup di dunia ini, akan selalu ada cobaan. Kita tak bisa merasakan sebuah nikmat bila kita selalu mempermasalahkan sesuatu yang kurang. Baik pada pasangan hidup kita, anak-anak kita atau orang-orang yang selalu bersifat kurang terpuji terhadap kita. Intinya adalah menyikapi semua hal dengan lapang dada dan sadar semuanya adalah skenario Allah Swt. Karena sebuah kebaikan tentu lah hal yang menyenangkan yang tak perlu kita persoalkan. Bila kita menyukai seseorang karena kebaikannya, maka bersiaplah untuk pula menerima sifatnya yang tidak kita sangka, yang bila kia permasalahkan akan betul-betul menjadi masalah. Saat ini yang aku kejar adalah sisa umurku yang tidak lama lagi, bila di sandingkan dengan umurnya Rasulullah. Maka oleh itu lah aku sangat bersyukur, karena sesuatu yang tadinya aku anggap sebuah beban ternyata adalah bentuk kasih sayang dari Allah Swt. Dengan memberikan sebuah pembelajaran dan didikan bertahun-tahun yang harus sangat payah harus ku emban, ternyata berbuah manis untuk ku petik di masa tua ini. Jadi hidup ini memang sebuah perjalanan rohani yang harus selalu kita gali hikmahnya, agar semua yang kita temui dalam perjalanan singkat di dunia ini merupakan sebuah kesadaran. Sadar bahwa semuanya adalah kehendak-Nya. Karena bagaimana pun banyak ilmu yang telah kita pelajari, atau banyak buku yang telah kita baca, semuanya itu tidak akan berfaedah bila rasa ikhlas tidak ada dalam jiwa kita. Tiada daya dan upaya melainkan semuanya datangnya dari Allah Swt. (Tulisan ini merupakan kisahi perjalanan hidup seorang lelaki yang mungkin dapat di petik hikmahnya. Amin) Sengata, 2 Nopember 2009 Halimah Taslima Forum LIngkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata |
Oktober 17, 2010
Tips menghadapi rasa Takut
Shahabatku yang indah dan baik.
Pernahkah anda mengalami, dimana semangat penuh antusias mu yang Api nya memanasi dadamu berkobar? kobarannya membuatmu segera untuk bertindak mewujudkan kehidupan cemerlangmu. Engkau sungguh bergairah untuk segera mewujudkannya. Shahabat, orang tua, teman dekatmu, bahkan atasanmu bangga dengan sikapmu. Engkau menunjukkan kepada mereka sikap seorang pemberani, seorang pemenang yang berjiwa besar. Dengan sikapmu itu menjadikanmu lebih percaya diri.
Namun sungguh aku menjadi heran, bahkan bertanya-tanya dalam diriku. Mengapa ksatria penuh gagah berani, duduk terdiam seorang diri. Tekadang aku melihatnya dalam keraguan. Padahal dia tau apa yang harus dilakukaknnya. Hal apakah yang membuatmu berhenti disini shahabat?
“Aku khawatir dan takut, tindakan yang akan aku lakukan nanti memalukanku. Aku khawatir dengan perkataan mereka terhadap diriku, bila nanti aku gagal mendapatkan apa yang aku inginkan. Mereka menertawakanku. .. daripada itu terjadi lebih baik aku diam.”
Ooo..aku mengerti sekarang, mengapa rencana-recana besar di Buku Impianmu belum engkau wujudkan. Aku tau mengapa engkau diam selama ini. Padahal seringkali engkau sampaikan kepadaku, sangat ingin mengapai dan mewujudkan impianmu.
Shahabatku yang baik.
Aku bisa merasakan apa yang kau alami saat ini. Mari kita duduk sejenak, ayo kita buka kembali janji-janji akan kecemerlangan masa depanmu. Ternyata rasa Khawatir dan TAKUT lebih besar dibandingkan NIAT (keinginan) mu menjadi pribadi mulia.
Perhatikanlah kembali, apa sebenarnya yang engkau inginkan? apakah engkau benar-benar menginginkannya? Apa yang mendasarimu untuk melakukannya, Mengapa? Jawab kembali pertanyaan ku ini. Mungkin NIAT mu terlalu kecil, sehingga dikalahkan oleh rasa khawatir dan Takut itu. Yang padahal belum tentu sebagaimana kau takutkan. Aku tau, nasehbat ini berat bagimu.
Bukankah engkau ingin melakukan itu untuk membesarkan Asma Allah dibumi ini? Bukankah setiap kali engkau memulainya dengan mengatas namakan Asma Nya? Bukankah yang ingin kau lakukan untuk melaksanakan perintahNya? Bukankah itu demi kebaikan keluarga dan hidupmu?
Shahabatku yang Tangguh.
Apakah rasa khawatir,malu dan takut mu lebih besar dibandingkan NIAT baik nan mulia ini? Apakah dengan benar-benar mengangungkan Asma Nya masih memberatkanmu berkata? kakimu sulit melangkah? tanganmu susah diangkat?
Jika rasa khawatir dan takut masih membayangi fikiranmu. Perbaiki kembali NIAT dibalik keinginanmu, Rubahlah menjadi jauh lebih besar dan mulia dari sebelumnya. Sehingga rasa takut yang datang untuk bertindak, tidak mampu menghentikan langkahmu. karena NIAT BAIK mu sangat BESAR.
Berusahalah pada kemampuanmu (IKHTIAR) dan biarkanlah HASIL menjadi wewenang (Keputusan) Allah.
Lambadeuk, 5 oktober 2009
Nasehat dari shahabat dekat yang selalu bersama, dimanapun aku berada.
–
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Trauma Therapist
Pernahkah anda mengalami, dimana semangat penuh antusias mu yang Api nya memanasi dadamu berkobar? kobarannya membuatmu segera untuk bertindak mewujudkan kehidupan cemerlangmu. Engkau sungguh bergairah untuk segera mewujudkannya. Shahabat, orang tua, teman dekatmu, bahkan atasanmu bangga dengan sikapmu. Engkau menunjukkan kepada mereka sikap seorang pemberani, seorang pemenang yang berjiwa besar. Dengan sikapmu itu menjadikanmu lebih percaya diri.
Namun sungguh aku menjadi heran, bahkan bertanya-tanya dalam diriku. Mengapa ksatria penuh gagah berani, duduk terdiam seorang diri. Tekadang aku melihatnya dalam keraguan. Padahal dia tau apa yang harus dilakukaknnya. Hal apakah yang membuatmu berhenti disini shahabat?
“Aku khawatir dan takut, tindakan yang akan aku lakukan nanti memalukanku. Aku khawatir dengan perkataan mereka terhadap diriku, bila nanti aku gagal mendapatkan apa yang aku inginkan. Mereka menertawakanku. .. daripada itu terjadi lebih baik aku diam.”
Ooo..aku mengerti sekarang, mengapa rencana-recana besar di Buku Impianmu belum engkau wujudkan. Aku tau mengapa engkau diam selama ini. Padahal seringkali engkau sampaikan kepadaku, sangat ingin mengapai dan mewujudkan impianmu.
Shahabatku yang baik.
Aku bisa merasakan apa yang kau alami saat ini. Mari kita duduk sejenak, ayo kita buka kembali janji-janji akan kecemerlangan masa depanmu. Ternyata rasa Khawatir dan TAKUT lebih besar dibandingkan NIAT (keinginan) mu menjadi pribadi mulia.
Perhatikanlah kembali, apa sebenarnya yang engkau inginkan? apakah engkau benar-benar menginginkannya? Apa yang mendasarimu untuk melakukannya, Mengapa? Jawab kembali pertanyaan ku ini. Mungkin NIAT mu terlalu kecil, sehingga dikalahkan oleh rasa khawatir dan Takut itu. Yang padahal belum tentu sebagaimana kau takutkan. Aku tau, nasehbat ini berat bagimu.
Bukankah engkau ingin melakukan itu untuk membesarkan Asma Allah dibumi ini? Bukankah setiap kali engkau memulainya dengan mengatas namakan Asma Nya? Bukankah yang ingin kau lakukan untuk melaksanakan perintahNya? Bukankah itu demi kebaikan keluarga dan hidupmu?
Shahabatku yang Tangguh.
Apakah rasa khawatir,malu dan takut mu lebih besar dibandingkan NIAT baik nan mulia ini? Apakah dengan benar-benar mengangungkan Asma Nya masih memberatkanmu berkata? kakimu sulit melangkah? tanganmu susah diangkat?
Jika rasa khawatir dan takut masih membayangi fikiranmu. Perbaiki kembali NIAT dibalik keinginanmu, Rubahlah menjadi jauh lebih besar dan mulia dari sebelumnya. Sehingga rasa takut yang datang untuk bertindak, tidak mampu menghentikan langkahmu. karena NIAT BAIK mu sangat BESAR.
Berusahalah pada kemampuanmu (IKHTIAR) dan biarkanlah HASIL menjadi wewenang (Keputusan) Allah.
Lambadeuk, 5 oktober 2009
Nasehat dari shahabat dekat yang selalu bersama, dimanapun aku berada.
–
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Trauma Therapist
Langganan:
Postingan (Atom)