Juli 13, 2012

Memaknai Ramadhan


Ramadhan juga mahal dari sudut sejarah, sebab pada awalnya Ramadhan ini adalah bulan hadiah terkait dengan terbatasnya umur ummat Muhammad saw dan lemahnya fisik ummat akhir zaman, karena itu ada konsep rukshah dalam puasa bahkan dijadikan sebagai tebusan kesalahan (kaffarah), di mana hal ini tidak terdapat dalam syari'at Nabi terdahulu. Dengan malam 1.000 bulan yang mampu membayar 83 tahun usia semakin menambah mahal nilai puasa Ramadhan, yang selayaknya memacu kita untuk tidak melewatkan detik-detik Ramadhan berlalu begitu saja.  
Ketika Ramadhan Menjelang 
     Para ahli ilmu menyimpulkan dari hadits-hadits shahih tentang datangnya Ramadhan, seperti âtakum ramadhân syahrun mubârak, idzâ kânat awwalu laylah min ramadhân  (Shahihul Jami' No.:55,759) bahwa boleh hukumnya mengadakan acara persiapan menyambut bulan suci Ramadhan dalam rangka semarak syi'ar dan gaung syari'at. Saling berkirim tahni'ah (menyapa), menjalin silaturahim dan tali kekerabatan, termasuk berbagi sedekah pada mustahiq-nya. Persiapan ini penting, untuk menyambut  tamu  agung Ramadhan pembawa nikmat; nikmat pahala, maghfirah,  rezeki  dan  kemudahan urusan. Di sinilah  Ramadhan  bisa kita harapkan menjadi medan pembebasan yang  paling ampuh dari jilatan api neraka, di mana  semua  orang  tak ada  yang  luput  dari  jilatannya.  
(Q.S. Maryam [19]:71-72).
    Imam Ibnu Qudamah, faqih Hanabilah kelahiran Palestina dalam Juz III Al Mughni membolehkan. Demikian pula, Imam Ibnu Rajab dalam Latha'iful Ma'arif-nya. Syaikh Fauzan dalam Al Muntaqa-nya, membolehkan dengan alasan keumuman surat Yunus [10]:58 didukung prilaku salafus-shalih. Ucapan selamatnya Thalhah bin Ubaidillah  t terhadap Ka'ab bin Malik dan dua sahabatnya  terkait diterimanya  tobat  ketiga  sahabat  ini seperti  dikisahkan  dalam  surah  at Taubah dan as-Shahihaein membuat  Imam   Ibnul   Qayyim   Al Jauziyah berkesimpulan serupa, yaitu boleh, dan tidak mengapa.
 
    Persiapan Ramadhan menjadi penting dalam upaya menertibkan simbol-simbol kesyirikan dan kemaksiatan sebagai realisasi dari hadits "wa shuffidati's-syayâthîn"  (dan syetan-syetan pun dirantai). Pemerintah sebagai ulil-'amri dengan dukungan masyarakat luas dan dunia usaha agar menghormati kesucian bulan ramadhan. Dari pengalaman beberapa kasus, tidak jarang terjadi kesalah-pahaman penguasa hiburan ketika masyarakat bertindak untuk mengawal Perda No 10 Tahun 2004 dan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No 98 Tahun 2004, di mana klub-klub malam, diskotik, tempat judi, tempat mesum dan sejenisnya harus ditutup. 
Kesiapan Konsepsional
     Seperti diketahui, Ramadhan ini datang membawa banyak makna. Ramadhan ingin mewarnai kita, ingin men-sibghah para sha'imin. Warna apa yang kita inginkan, apa standar target yang kita mau, semuanya bergantung pada konsep yang kita pahami tentang Ramadhan. Inilah yang disebut oleh Imam Bukhari (194-256 H) dalam kitab Shahihnya dengan al-'ilmu qablal-qauli wal-'amal, ilmu sebelum berkata dan berbuat. Atau imanan wahtisaban dalam hadits-hadits puasa. 
    Dengan konsepsi dasar ini para sha'imin bisa melakukan revolusi nilai, yaitu menyulap haus dan lapar menjadi obat, kurang tidur seperti ribath fisabilillah, infaq sedekah menjadi investasi akhirat. Dengan konsep dasar ini juga para sha'imin melakukan adaptasi keutamaan, bahwa se-liar apapun nafsu seseorang harus tunduk pada aturan Ramadhan. Termasuk bagaimana membuang malas  dengan  tekun  (al-judd), menyulap bosan dengan semangat (al-hirsh), lesu dengan gairah (ghirah) dan seterusnya. Ramadhan harus mendikte nafsu dan membalutnya dengan paket amaliah, amalan seribu bulan.

    Setelah kesiapan konsepsional sebagai bentuk pengamalan al-ilmu qablal 'amal tadi, persiapan selanjutnya yang tidak bisa kita remehkan adalah al-ikhlash wal-ittiba'. Sebab tidak sedikit orang shalih mengeluh terhadap sulitnya melaksanakan bab niat. Campur tangan syetan dalam merayu orang mu'min, mencemarkan dan menebarkan virus syahwat dan syubhat ikut memperparah sulitnya mendapatkan ilmu ikhlas dalam ibadah. Imam Ibnu Abi Syaibah pada Juz-8 kitab Al-Mushannaf-nya menceritakan Umar bin Khatthab ra pernah mendengar untaian do'a seorang Sahabat, "Allahumma'j-'alni mina'l-qalil," Ya Allah kumpulkan aku bersama golongan hamba-Mu yang sedikit. Mendengar do'a orang ini Khalifah Umar t terkejut, beliau bertanya, "ma hadza'd-du'a ?, Apa maksud do'amu itu? Sahabat itu menjawab, maksud do'aku itu adalah firman Allah Ta'alaa : wa qalilun min 'ibadiya's-syakur (Q.S. Saba' [34]:13). 

Paket Amaliah Ramadhan 
    Detik-detik Ramadhan yang sangat berharga ini harus dipergunakan seoptimal mungkin, dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Sebab Ramadhan itu adalah ayyâman ma'dûdât, waktunya cuma 29 atau 30 hari. Menjadikan Ramadhan sebagai madrasah taqwa, musim pahala dan ampunan dengan berbagai paket program yang sudah disusun oleh ahlul ilmi harus mendapat support dari jama'ah masjid dan rumah tangga muslim.
      Rasulullah saw sendiri  dalam   9 kali Ramadhan, tak pernah sedetik pun menyia-nyiakan peluang emas Ramadhan. Ketekunan Rasulullah dalam amaliah Ramadhan mengalahkan kencangnya tiupan angin. Rasulullah saw adalah ajwadun-nass bil-khair, khususnya di bulan suci Ramadhan. Nabi tadarus Qur'an bersama malaikat Jibril,  Nabi saw menjemput lailatul Qadar dengan I'tikaf di masjid, bahkan sampai 20 hari di tahun wafatnya. Nabi saw bahkan berperang dan meraih banyak kemenangan dalam bulan Ramadhan. Diriwayatkan oleh 'Aisyah g, bahwa para Sahabat jika masuk bulan Ramadhan membebaskan tawanan dan berbagi rezki pada fakir miskin yang wujudnya pada hari ini bisa dalam bentuk sedekah awal puasa, acara buka puasa bersama, sahur bersama, saling tukar ta'jilan dengan tetangga, hadiah lebaran dan sejenisnya.
     Jadi tidak berlebihan jika dikatakan bahwa posisi Ramadhan melebihi obat bagi pasien, air bagi ikan, udara bagi makhluk hidup, hujan bagi petani. Yang kumpulan airnya  akan  berlalu  begitu  saja  jika tidak segera dibendung, dialirkan, dan dimanfaatkan biar menumbuhkan benih-benih kebaikan baru. Berbuah taqwa seperti yang menjadi pembuka dan penutup ayat puasa di Al Baqarah:183 dan 187, la'allakum tattaqun dan la'allahum yattaqun. Sungguh sangat celaka dan sangat merugi sekali, mereka yang masih punya umur bertemu Ramadhan, tapi menyia-nyiakan turunnya ampunan Allah. Saat itu Nabi saw naik mimbar, beliau bersabda: "Malaikat Jibril baru saja mendatangiku, ia berkata: malang nian orang yang mendapati Ramadhan, sedang ia tidak dapat bagian apa-apa, dalam riwayat lain, ia tidak dapat ampunan dan perlindungan dari jilatan api neraka." (Shahih Targhib:997,1679,2491). Marhaban Ya Ramadhan

ditulis oleh;
Abu Taw Jieh Rabbani 
Anggota Dewan Majlis Fatwa Dewan Da'wah Pusat 
dewandakwahjakarta.or.id

Tidak ada komentar: